Mendatangi Kenangan
Kenangan, bisa membuat berbagai macam perasaan baru. Ia kadang datang membawa kisah haru bahkan hingga hari ini. Kukisahkan padamu bagaimana ia terjadi dan datang dari masa lalu. Sebuah dongeng yang akan berlumut jika tak segera kuceritakan padamu. Perjalanan yang terjadi mundur dari sekarang seminggu.
Bbrrr, dingin sedikit menghadang kami. Embun masih masih menggelayut di permukaan hijau dedaunan. Sedang kabut masih terjaga di jalanan. Belum jam enam dan mentari masih malu-malu. Kurapatkan jaket sementara motor terus melaju membelah pagi.
Bergerak dari titik Desa Telang, tempatku bertahan selama empat tahun. Ah, kurindu kehidupan baru lainnya. Bergerak ke utara, bebelok di Pasar Socah. Berkendara lurus hingga mendapati persawahan dan rumah warga yang halamannya rimbun ditumbuhi hutan salak. Sedangkan pagi masih sepi di daerah Kebun Celleb. It took half hour for a journey.
Tujuan utamaku pagi itu menuju lokasi
MBT [Muslim Basic Training], kegiatan diklat anggota baru LDK MKMI berlangsung
di sana. Bersama Mbak Neneng aku ditemani. Sesampainya di PP. Baiturrahman, sambutan
hangat para panitia menjadi jamuan kami. Di sanalah kemudian cerita ini
bermula.
Mulai
Mendaki Waktu
Para peserta sedang berolahraga dan
diberi pengarahan oleh panitia saat kami bergerak menuju lokasi outbond.
Ada empat pos yang harus dilalui, jadi sepertinya masa menahan mereka. Aku tak
tahu apa yang disampaikan panitia lainnya di sana.
Mari Pak..
Bingung awalnya mau bagaimana menyapa warga. Meski sama-sama Madura tradisinya pasti tak sama tiap daerah. Di Pamekasan misalnya, biasanya jika melewati rumah atau kerumunan warga bilangnya, glenuun.. atau nyaraa. Di Sumenep, di rumah nenek biasanya menyapanya dengan kata, ngapora..
Namun akhirnya kata yang terlontar, “mari Pak..”Aku dan Dek Uul yang sama-sama orang Pamekasan akhirnya tak bisa menahan tawa. Haha..
Batu besar menuju Jaddih seperti penjaga gerbang yang menyambut kami tiba. Juga nyanyian burung yang bercericit riang. Seakan berkata, welcome to Jaddih Hill, dakwah doers..
Sambil
menunggu peserta diklat tiba di pos empat kami melakukan beragam aksi. Ceruk
dalam bukit Jaddih yang serupa gua menjadi lokasi syuting kami. Ya, kami
berlagak laiknya bermain drama di depan kamera. One, two, three, say, whoaa!
Banyak gua sebenarnya di lokasi wisata bukit Jaddih ini. Ceruk yang terjadi karena warga masih melakukan penambangan kapur di lokasi. Ya, meski telah dibuka sebagai daerah wisata, masih saja banyak para penambang yang melakukan aksi tambang-menambangnya.
Batu-batu kapur yang diangkut, dipanaskan di atas tungku pembakaran yang besar. Dan kemudian akan dibuat untuk bahan bangunan. Memang benar, di Madura, tak banyak orang yang mendirikan rumah menggunakan batu bata merah. Kebanyakan fondasinya menggunakan batu kapur putih seperti di Jaddih.
Seputih Bersih |
Di Pamekasan ada juga. Nah itu dia. Awalnya aku hampir menyerah mendatangi bukit Jaddih. Karena apa? Karena isu yang tidak enak tentu saja. Makanya aku berencana mendatangi bukit kapur yang di Pamekasan saja. Belum sampai ke sana, Jaddih lebih dulu mengundangku.
Alhamdulillah, waktu ke Jaddih kemarin tak terjadi hal-hal aneh seperti yang dikhawatirkan banyak orang. Lagipula, ratusan pengunjung membanjiri lokasi wisata saat aku ke sana. Hmm, semoga cuma gosip saja. Dan jika itu nyata, semoga tak terjadi lagi di masa mendatang.
Terkait penambangan batu kapur di Bukit
Jaddih, ada sebuah opini yang mengatakan, truk-truk pengangkut bebataan dan
alat berat yang masih di sana dikarenakan membentuk kenangan. Membuat struktur
baru wisata bukit jaddih. Bentuk lokasi baru yang akan meramaikan wahana
wisata.
Tetap saja aksi mereka nantinya akan menjadi kenangan..
Melempar Kenangan |
Ngomong-ngomong tentang peserta, aku dan
Mbak Neneng mendapat amanah menjaga pos bayangan. Yeay, akhirnya, dapat tugas!
Sebelumnya di pos awal, peserta mendapatkan tugas untuk menjaga amanah yang
hanya diberikan padaku maupun Mbak
Neneng.
Masing-masing kami mendapat dua titipan. Tapi sepertinya ada yang kelupaan atau barangnya hilang di jalan. Ya, yang mereka bawa itu sebuah benda. Buah berwarna jingga terang berwarna berbentuk seperti labu runcing bertekstur kasar seperti buah pare. Jadi kami hanya dapat satu.
Menuju Puncak
Mengejar Mimpi |
Maka mulailah aku bersin-bersin tanpa rencana. Untungnya Mbak Neneng berbaik hati meminjamkan jaketnya. Berada di puncak membuatku sibuk mengabadikan kenangan. Menangkapnya dengan cara terbaik. Memotret cerita dalam bingkaian lensa. Hingga kenangan itu sempurna tak terlupakan.
Anehnya saat aku berhenti mengambil gambar angin kembali menusukkan rasa dingin. Lucky me, ada sapu tangan bersih yang kubawa. Talking about this thing, jadi teringat kebiasaan orang Eropa yang ke mana-mana membawa sapu tangan. Teringat film Oliver Twist yang sering mencurinya dari para bangsawan. Ya, di Eropa sana, sapu tangan begitu berharga.
Jalanan menuju puncak tak terlalu lama. As I told you before, that was a hill not a mountain. Hanya saja panas menyengat. Jadi sesekali kami berhenti mengatur nafas.
Telaga Kenangan |
Menujunya banyak sekali wahana dan
pemandangan yang bisa pengunjung nikmati. Danau hijau dekat pintu masuk tempat
kita berlomba lempar batu, bukit kapur kala kita berdrama ria, Telaga Warna
yang bergerak dari biru ke hijau, kolam renang, Danau Biru, dan Bukit Jaddih
tujuan utama kita waktu itu.
Kau bisa sesekali berhenti, mengabadikan kenangan akan pemandangan dan sahabat yang begitu menyenangkan. Dengannya lelah takkan lagi terasa. Mentari yang kian meninggi, panas yang memanggang sekali lagi dan peluh yang tanpa sadar mulai bercucuran akan hilang sama sekali.
Ujung Kenangan
Tulangku benar-benar remuk. Sakit yang
membuatku hengkang selama satu semester kemarin rupanya masih menyisakan
kenangan dalam tubuhku. Terlebih lagi, paginya aku sempat makan walau sesuap
nasi.
Tibanya di puncak, aku tak lagi bisa bergerak leluasa. Dadaku rasanya menyempit sesak. Aku tak dapat mengikuti acara puncak. Proses pelegalan peserta diklat MBT menjadi anggota baru LDK MKMI.
“Rasa cinta yang mengharu biru,” angin menyampaikannya padaku di bawah rerindangan pohon. Hanya kata-kata itu yang sampai di telinga. Yang lain entahlah. Aku sibuk menata keadaan. Menjadi siluet di bawah panasnya terik mentari.
Pohon Kenangan |
Selamat berjuang, Dek. amanah akan semakin berat nantinya. Deru redam amarah mungkin akan datang. Cobaan akan selalu menghadang bagai aral melintang di jalanan. Namun percayalah, Allah akan selalu ada. Allah akan senantiasa bersama kita. Membantu kita yang di bergerak memperjuangkan agamanya.
Hai orang-orang mukmin,
jika kamu menolong agama Allah,
niscaya Ia akan menolongmu pula.
Serta meneguhkan kedudukanmu.
[Muhammad: 7]
Maka
bersabarlah, Dek. Jalan ini memang takkan mudah akan tetapi kerjakan
semuanya ikhlas lillah. Sesungguhnya janji Allah adalah benar. Dan
siapakah yang lebih benar perkataannya dari pada Allah? Begitu indah
kalamNya, bukan? Ia termaktub rapi dalam Surat An-Nisa’ ayat duadua dan Ghafir,
tujuhtujuh.
Buatlah
ia menjadi kenangan, sebuah masa yang takkan terlupa hilang, hanyut bersama
masa.
PS: There many things I want to tell
you, tapi takut terlalu banyak spoiler tentang Jaddih, jadi kubiarkan ia
menjadi misteri agar kaurasakan petualangannya sendiri ^^*