Minggu, 11 November 2018

November Rain: Sakura di Sepanjang Jalan UTM

Halo November dan jalan raya UTM yang penuh sakura di musim penghujan! Iya, momen-momen yang gloomy karena langit sering kelabu.

Keadaan yang enaknya duduk di ruang perpustakaan privadi. Di samping kaca jendela berembun. Dilatarbelakangi rintik gerimis dan murattal Syaikh Misyari Rasyid. Dengan secangkir coklat panas mengepul di meja dan buku bacaan favorit di tangan.

Dan tiba-tiba kulihat bunga-bunga sakura telah bermekaran di sepanjang jalan yang selalu kulewati saban hari.

Tsaaaah.

Sakura yang sering kulihat berlokasi di sepanjang di jalan kenangan.


Jalan raya Universitas Trunojoyo Madura. Ia tumbuh sejak engkau turun di pertigaan halte bus. Hingga gerbang kecil tempat engkau dari kampus.

Honestly itu bukan sakura. Cuma pohon besar yang berbunga semua seperti sakura.

Bungur; Pohon Berbunga Sakura di UTM
Tulisan ini terinspirasi dari postingan Alfi yang bercita-cita mengabadikan momen bersama Tatebuya sp. Bunga sakura ala Alfi. Bedanya bunga ini berwarna kuning.

Nah, kalau bunga yang kumaksud adalah bunga bungur!

Aku baru menyadari adanya bunga ini ketika Divisi Pers IT mengadakan pertemuan rutin SABAN HARI. Kerjaannya, membedah karya!



Sesi Bedah Karya Pers IT

Kami kumpulin karya, kami bedah bareng-bareng. Apa yang kurang.  SPOKnya sudah cocok atau belum. Itu hikmah tulisannya apa and so on. Semuanya weh dianalisis. Atau mungkin lebih tepatnya dikeroyok, haha.

Intinya kami ngebahas bagaimana supaya karya kami sempurna. Perfecto. Supaya yang salah dibenerin. Yang kurang ditambahin. Layak dibaca. Biar nggak bikin sakit mata pembaca wkwkwk.

Itu jaman ketika negara api belum menyerang. Eh nggak ding itu mah jaman pas dinosaurus yak. Kita mah belum ada. Belum lahir :D

Itulah jaman Mbak Alin sudah nggak di Yasmin. Terus saat Dek Anggun gabung di Pers IT dan memberi tahu tentang bunga kesukaannya; trifolia.

Ketika itulah aku menyadari bahwa sepanjang jalan UTM banyak tumbuh SAKURA!

Sakura Pink (Google)

Hihi iya, karena kami berangkat bedah karya pagi-pagi. Jam enam sudah harus di lokasi. Jadilah jam lima kami sudah berangkat. Saling jemput. Bersepeda atau jalan kaki.

Kos Mbak Alin dan Dek Anggun yang paling membuat aku SADAR itu bunga SAKURA banget!

Sakura Kuning (Google)

"Itu namanya bunga bungur, Mbak," jelas Dek Anggun menunjuk pohon berbunga lebat di depan indekosnya.

Apapun nama aslinya bagiku tetap sakura, wkwkwk. Efek belum pernah menyentuk sakura secara langsung.

Tentu saja pagi-pagi jalanan masih sepi. Berkabut dan dingin. Apalagi sisa hujan semalam.

Membuat kami melangkah santai. Sambil memandangi bunga sakura penuh kenangan.

Aku menghitung ada sekitar 8 atau 9 lebih pohon bungur di sepanjang jalan UTM.

Sakura Putih (Google)

Di antara halte bus sampai daerah gang Yasmin tumbuh bungur berwarna putih. Tumbuh dan berbunga satu-dua.

Di depan kos Mbak Alin ada warna pink. Bunganya rimbun. Sampai reranting yang tingginya selutut pun berbunga. Bikin betah kalau main.


Di seberang jalan warnet Safa, tepat di tukang pentol langanan sepulang kuliah ada warna pink keunguan. Pohonnya agak tinggi. Besar. Lebar. Jadi bunganya banyak.
Di pertigaan BTN ada warna ungu. Pohonnya mungil tapi tinggi banget. Kalau mau dijepret harus dizoom. Dan mungkin inilah satu-satunya pohon sakura yang tersisa sekarang.

Banyak indekos yang dibangun sepanjang jalan. Warung-warung baru. Toko-toko yang direnovasi. Jalan kampus yang diperlebar. Membuat bunga-bunga sakura harus tumbang.

Bungur Merah Muda di dekat Bakso Metropolis

Pernah suatu kali aku sedang bersepeda menikmati pagi. Berburu udara sehat sebelum tercemar klakson dan knalpot di jalanan kampus.

Kami menemukan batang bunga bungur yang sudah ditebang. Dibuang di rawa-rawa. Malang melintang di antara ilalang yang kian meninggi.

Namun pohon tersebut hidup menghasilkan banyak bunga!
Masya Allah! Sakuraku! 

Jadilah si bunga jadi props foto-foto.

Bungur dan Buku

Hihi. Memang pertemuanku dengan sakura, sukanya ketika matahari belum meninggi. Apalagi rapat-rapat kampus seringnya pagi-pagi.

Waktu itu juga pernah. November yang gerimis. Ketika jalan-jalan pagi dengan anak Yasmin. Hanya sakura di pertigaan BTN yang berbunga.

Entah sekarang. Live cherry blossoms! 

Semoga masih ada. Meski hanya tersisa satu dua pohon. Setelah beberapa hari tanah kenangan menjadi tuan rumah bagi gerimis di bulan November.



November Rain ala Dek Ani bisa dibaca di sini.

Jumat, 09 November 2018

Mati

Tentang hati, tentang mati.
Tentang istiqamah yang harus dinyalakan berkali-kali.

---

Suasana riuh. Nasyid menjadi latar yang memenuhi ruangan. Satu-persatu tamu maju ke pelaminan untuk diabadikan sebagai sebuah kenangan.

Seorang teman mendekat kepadaku. Memilih tidak bergabung dengan keramaian.

"Mbak, bagaimana caranya agar bisa istiqamah?" sebuah pertanyaan yang sulit. Karena kita tahu, iman seringkali terbolak-balik.

Itulah mengapa Ummu Salamah memberi tahu bahwa do'a yang sering dibaca Rasulullah shallaahu wa 'alaihi wa sallam ketika sujud adalah,

Ya muqallibal quluub. Tsabbit qalbii 'ala diinik.

Aku meletakkan hidangan berusaha untuk fokus memberikan jawaban.

Padahal Rasulullah saja yang sudah jelas terjaga. Ada malaikat Jibril yang senantiasa membersamai masih meminta dalam sujud panjangnya.

Then me. Who am I? I am just a dirty dust girl.

Pun dengan ribuan basuhan air hujan. Mungkin tak dapat luntur debu-debu dosa pada diri

Yet, bukankah adalah kewajiban kita ketika ada saudara yang meminta nasihat sudah selayaknya kita memberi?

Baiklah.

Alunan nasyid sudah berganti. Teman-teman sejawat masih mengantri menuju pelaminan. Sedangkan ia menarik kursi. Mencoba mendengarkan.

---

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqomah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak pula bersedih hati.

[QS. Al-Ahqaf: 13]

Ibnu Katsir tidak menjelaskan secara rinci dalam kitab tafsir. Beliau hanya memberi pesan bahwasanya orang-orang yang beriman; yang mengakui bahwa Allah adalah satu-satu Tuhan yang harus disembahnya, tidak pantas baginya untuk bersedih hati. Tidak untuk masa lalu. Tidak pula untuk masa depan.

Tapi syarat selanjutnya adalah istiqamah.

How can it be?

---

Ajal,
Begitu cepat ia menjemput
Sedang amal belumlah cukup

Hari,
Adalah dentingan waktu
Menunggu mati

Haiku di atas aku tulis Jum'at, 19 Oktober 2018. Ketika Pak Wi meninggal. Tiba-tiba.

Beliau tidak punya penyakit. Biasanya kulihat duduk di depan Griya. Memperhatikan anak-anak pulang-pergi. Memperbaiki perkakas yang rusak serta menjaga dan membantu kebutuhan Griya.

Istrinya bercerita. Beliau waktu itu pulang ke rumah. Duduk-duduk. Lalu tak lama kemudian meninggal.

Teringat pula nenekku yang juga tak punya penyakit. Sedang asyik menggendong cucu, kemudian tetiba malaikat Izrail datang.

---

Ajal,
Begitu cepat ia menjemput
Sedang amal belumlah cukup

Hari,
Adalah dentingan waktu
Menunggu mati

Gempa di Lombok, Tsunami di Palu.
Musibah di darat, laut dan udara yang menelan nyawa manusia.

Bukankah semua adalah kehendak Allah? Peristiwa yang diingini-Nya.

Fa ana tadzhabuun?

Mau ke mana kita pergi? Tempat mana yang dapat kita jadikan lokasi tuk bersembunyi?

Daun yang gugur tertiup angin. Semut di bawah tanah. Burung-burung di balik pepohonan. Bahkan ikan yang berenang di kedalaman laut.

Tak ada yang luput dari penglihatan Allah.

---

"Tahu nggak apa yang ada di pikiranku?" Hening tak ada jawaban. Mungkin dia menggeleng. "Ya Allah bisa nggak yaa, aku masuk surga." Bening menghangat. Tanpa permisi menuruni pipi.

"Aku juga sering berpikir gitu. Banyak dosa dan belum ada bekal ke sana. Ya Allah..."

Dalam do'a kami berpelukan. Saling menguatkan dalam diam.

---

Kami tak tahu kapan kami memiliki pesta, pernikahan kami sendiri namun mati adalah hal yang harus dipersiapkan.

Sejak semula Allah telah menetapkan. Jodoh, rezeki, mati.  Namun banyak orang sibuk mencari dengan siapa ia akan dipasangkan. Sibuk mencari apa yang nanti akan dimakan. Sedang mati telah suri terlupakan untuk disiapkan.

Bukankan dalam Adz-Dzariyat ayat 56 Allah telah menerangkan. Musabab kita diciptakan; agar tunduk patuh kita beribadah kepada-Nya.

Beribadah. Berharap rida Allah. Adalah hal krusial yang harus diprioritaskan.

Karena dunia ini adalah permainan. Tempat kita menabung amal. Persinggahan sebelum  tiba kematian, yang bisa kapan saja datang.


Nasyid sudah lama tak terdengar.

---
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

Wahai jiwa yang tenang!
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.

[QS. Al-Fajr: 28].