Rabu, 19 Desember 2018

Cheetah Palestina

Setelah bersiap dengan kuda-kuda, ia berlari melesat jauh. Di jalan yang sepi. Di bawah rimbun pohon jati.

Seperti boomerang, beberapa menit kemudian si pelari kembali dengan kecepatan yang melambat.

"Lho, sudah balik, Dek?"

"Iya di sana banyak orang," sahutnya terengah-engah.

Lebih dari 10 meter dari tempat kami berdiri terlihat gerombolan memblokade jalan. Mungkin sedang lari pagi juga.

"Oke berarti larinya sampai ujung jalan situ."

Oke. Si pelari memulai posisi kuda-kuda lagi.

~

Malamnya aku mendapat jatah tulisan dengan tema binatang. Fix. Tak gambaran sama sekali dalam pikiranku. Temanya terlalu unik.


Sebelum jam beralih ke pukul sembilan aku menaiki tangga ranjang susun. Mendekati si pelari cepat yang bersiap tidur.

Kubilang mau wawancara. Dia mengerjap. Membuka matanya sedikit. Persis Nussa yang setengah mengantuk membimbing Rara berdo'a.

Pertanyaan pertama tentang hewan favoritnya.

"Cheetah!" jawabnya cepat.

"Kenapa?"

"Soalnya larinya cepat." Tangkas dia merespon.

"Oh, berarti waktu latian tadi pagi pengen lari cepat seperti  cheetah?" Dia mengangguk lalu menguap yang cepat ditutupinya dengan guling. Soalnya itu teh pintu masuknya setan.

"Dari mana tahu cheetah?" Aku masih stand by wawancara.

"Dari film Tupi Pingping."

Ia kemudian menceritakan kisah cheetah yang berlari kencang menuju gerombolan rusa yang akan menjadi santapannya.

"Kalo jadi cheetah Adek mau ngapain?" Ditanya begitu si pelari diam sejenak. Oke sepertinya aku harus meralat pertanyaan untuk anak SD.

"Kalo Adek punya kemampuan seperti cheetah. Bisa lari cepat. Adek mau lari ke mana?"

"Lari menuju pintu," katanya.

"Pintu apa?"

"Pintu akhirat!" Lagi-lagi dia menjawab dengan tangkas.

Masya Allah.

"Tapi larinya harus ada rusanya. Biar terpacu mengejar akhirat. Terus kalo jadi cheetah, enak! Ikut lomba lari. Balapan. Dan menang."

"Memang pernah lihat lomba lari?"

"Pernah."

"Di mana?"

"Di SGO, Bugih. Lapangannya luas. Lari keliling lapangan sejauh 400 meter."

"Siapa yang ikut lomba?"

"Ada. Temen-temen. Namanya Dwi. Dwi itu perempuan, Mbak," jelasnya menegaskan dan menyebut tiga orang lainnya. Satu laki-laki dan dua orang perempuan. Teman kelasnya.

"Yang menang lomba jarak 80 meter, Mbak."

"Lho yang lari 400 meter?"

"Yang 400 meter tak nyongngo'." Dia keburu pulang karena hari sudah siang katanya.

"Ada temen yang pingsan, Mbak. Kalengnger. Capek mungkin. Ada juga yang disiram air dingin ke mukanya."

"Mungkin itu kurang kuda-kuda, Dek. Belum sarapan kali. Eh, besok mau lari pagi atau nggak?"

"Nggak tahu," respon dengan mendidikkan bahu. Dia sudah lemes dan mengantuk.

Beberapa menit kemudian dia sudah berpindah alam. Tertidur.

~

Keesokan harinya ia menagih. Ketika hari sudah agak siangan.

"Mbak tadi kok nggak lari pagi lagi?"

"Eh iya, Insya Allah besok ya. Semoga nggak lupa."

~

Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah, dan kuda yang memercikkan bunga api dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba pada waktu pagi, sehingga menerbangkan debu, lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh..

[Surat Al 'Adiyat: 1-5].


Ali RA, menafsirkan bahwa yang dimaksudkan adalah unta. Karena di waktu perang Badar tidak ada kuda.
Hmm, cheetah kan juga bisa berlari kencang. Mungkin si pelari cepat bisa membebaskan Palestina dengan berlari kencang seperti cheetah. Dengan latian rutin pagi-pagi.

Cita-citanya sedari umur tiga tahun adalah pembuat robot. Robot yang bisa bertempur dengan anak-anak Palestina melawan tentara Israel yang pasti kalah dengan izin Allah.

Masya Allah. Semoga Allah ijabah.

Yuk lari pagi! Latihan jadi Cheetah Palestina!

Cheetah Palestina

Senin, 17 Desember 2018

MAKAN

Kenapa manusia harus makan? Inilah pertanyaan yang selalu terngiang di kepalaku.

Aktifitas makan menurutku seringkali mengganggu.

Bayangkan saja kita asyik menulis. Khusyuk masygul mendesain. Atau sedang dalam kegiatan yang membutuhkan konsenterasi penuh dan tiba-tiba lapar datang mengacaukan suasana.

I mean she was the trouble maker :D

Eating takes time. Kita harus bangkit ambil makan. Meninggalkan proyek yang melambai-lambai
Belum lagi mengunyahnya. Duh lama. Idealnya itu dikunyah hingga 33 kali.

Kenapa tidak cukup saja satu suap agar kita bisa kembali fokus.

Apalagi kalau makan masakan Ummu. Satu centong mana cukup wkwkwk.

Ya kan Rasulullah saja makan kurma tiga buah itu sudah. Bahkan Rasulullah seringkali tak makan. Di perutnya terganjal batu-batu untuk menahan rasa lapar.

Aku makan tiga buah kurma, perut kok masih keroncongan yah.

Iyalah, apalagi kalau kamunya sedari pagi nggak makan. Ya nggak cukup.

Kalau kita mah males makan bukan karena tak ada makanan, tapi keburu tanggung proyek yang sedang dikerjakan.

Iyaaa aku sii.

Berbeda di zaman Rasulullah. Beliau menahan lapar karena memang tidak ada kesediaan makanan.

Nah kita (aku) makanan banyak dibuang-buang.

Maafkan aku yaa foodies.

Da atuh, kumaha geuningan..

Aku setuju dengan Vincent. Karakter rekaan-nya Bunda Asma Nadia di serial Aisyah Putri. Dia lebih suka ber-Ramadhan ria tiap bulan.

Hihi, jadi inget kata si Eceu.

"Kamu mah mau puasa tiap hari juga pasti kuat. Lha wong sehari-harinya jarang makan."

Hiks.

Aku pernah mendengar bahwa para astraunat luar angkasa itu tidak pernah makan. Hanya dengan menelan satu kapsul saja sudah kuat bertahan.

Nah, aku mau tuh yang kayak gitu. Tinggal hap. Sudah kenyang. Bisa langsung be right back ke proyek lagi tanpa harus bermenit-menit nge-date sama makanan.

Faktanya kita tidak memiliki kapsul tersebut. Jadi we have to eat. Hihi.

Karena perut hak punya untuk makan. Karena kita butuh energi untuk bergerak.

Sabda Rasulullah, makanlah sekadar menegakkan tulang punggung.

Gian nanti proyeknya tambah keteter tho kalau kita nggak makan, in case nggak makan bisa bikin sakit. Tul nggak?

*berdiskusi tentang hal ini ternyata banyak sependapat denganku, hihi.

Minggu, 11 November 2018

November Rain: Sakura di Sepanjang Jalan UTM

Halo November dan jalan raya UTM yang penuh sakura di musim penghujan! Iya, momen-momen yang gloomy karena langit sering kelabu.

Keadaan yang enaknya duduk di ruang perpustakaan privadi. Di samping kaca jendela berembun. Dilatarbelakangi rintik gerimis dan murattal Syaikh Misyari Rasyid. Dengan secangkir coklat panas mengepul di meja dan buku bacaan favorit di tangan.

Dan tiba-tiba kulihat bunga-bunga sakura telah bermekaran di sepanjang jalan yang selalu kulewati saban hari.

Tsaaaah.

Sakura yang sering kulihat berlokasi di sepanjang di jalan kenangan.


Jalan raya Universitas Trunojoyo Madura. Ia tumbuh sejak engkau turun di pertigaan halte bus. Hingga gerbang kecil tempat engkau dari kampus.

Honestly itu bukan sakura. Cuma pohon besar yang berbunga semua seperti sakura.

Bungur; Pohon Berbunga Sakura di UTM
Tulisan ini terinspirasi dari postingan Alfi yang bercita-cita mengabadikan momen bersama Tatebuya sp. Bunga sakura ala Alfi. Bedanya bunga ini berwarna kuning.

Nah, kalau bunga yang kumaksud adalah bunga bungur!

Aku baru menyadari adanya bunga ini ketika Divisi Pers IT mengadakan pertemuan rutin SABAN HARI. Kerjaannya, membedah karya!



Sesi Bedah Karya Pers IT

Kami kumpulin karya, kami bedah bareng-bareng. Apa yang kurang.  SPOKnya sudah cocok atau belum. Itu hikmah tulisannya apa and so on. Semuanya weh dianalisis. Atau mungkin lebih tepatnya dikeroyok, haha.

Intinya kami ngebahas bagaimana supaya karya kami sempurna. Perfecto. Supaya yang salah dibenerin. Yang kurang ditambahin. Layak dibaca. Biar nggak bikin sakit mata pembaca wkwkwk.

Itu jaman ketika negara api belum menyerang. Eh nggak ding itu mah jaman pas dinosaurus yak. Kita mah belum ada. Belum lahir :D

Itulah jaman Mbak Alin sudah nggak di Yasmin. Terus saat Dek Anggun gabung di Pers IT dan memberi tahu tentang bunga kesukaannya; trifolia.

Ketika itulah aku menyadari bahwa sepanjang jalan UTM banyak tumbuh SAKURA!

Sakura Pink (Google)

Hihi iya, karena kami berangkat bedah karya pagi-pagi. Jam enam sudah harus di lokasi. Jadilah jam lima kami sudah berangkat. Saling jemput. Bersepeda atau jalan kaki.

Kos Mbak Alin dan Dek Anggun yang paling membuat aku SADAR itu bunga SAKURA banget!

Sakura Kuning (Google)

"Itu namanya bunga bungur, Mbak," jelas Dek Anggun menunjuk pohon berbunga lebat di depan indekosnya.

Apapun nama aslinya bagiku tetap sakura, wkwkwk. Efek belum pernah menyentuk sakura secara langsung.

Tentu saja pagi-pagi jalanan masih sepi. Berkabut dan dingin. Apalagi sisa hujan semalam.

Membuat kami melangkah santai. Sambil memandangi bunga sakura penuh kenangan.

Aku menghitung ada sekitar 8 atau 9 lebih pohon bungur di sepanjang jalan UTM.

Sakura Putih (Google)

Di antara halte bus sampai daerah gang Yasmin tumbuh bungur berwarna putih. Tumbuh dan berbunga satu-dua.

Di depan kos Mbak Alin ada warna pink. Bunganya rimbun. Sampai reranting yang tingginya selutut pun berbunga. Bikin betah kalau main.


Di seberang jalan warnet Safa, tepat di tukang pentol langanan sepulang kuliah ada warna pink keunguan. Pohonnya agak tinggi. Besar. Lebar. Jadi bunganya banyak.
Di pertigaan BTN ada warna ungu. Pohonnya mungil tapi tinggi banget. Kalau mau dijepret harus dizoom. Dan mungkin inilah satu-satunya pohon sakura yang tersisa sekarang.

Banyak indekos yang dibangun sepanjang jalan. Warung-warung baru. Toko-toko yang direnovasi. Jalan kampus yang diperlebar. Membuat bunga-bunga sakura harus tumbang.

Bungur Merah Muda di dekat Bakso Metropolis

Pernah suatu kali aku sedang bersepeda menikmati pagi. Berburu udara sehat sebelum tercemar klakson dan knalpot di jalanan kampus.

Kami menemukan batang bunga bungur yang sudah ditebang. Dibuang di rawa-rawa. Malang melintang di antara ilalang yang kian meninggi.

Namun pohon tersebut hidup menghasilkan banyak bunga!
Masya Allah! Sakuraku! 

Jadilah si bunga jadi props foto-foto.

Bungur dan Buku

Hihi. Memang pertemuanku dengan sakura, sukanya ketika matahari belum meninggi. Apalagi rapat-rapat kampus seringnya pagi-pagi.

Waktu itu juga pernah. November yang gerimis. Ketika jalan-jalan pagi dengan anak Yasmin. Hanya sakura di pertigaan BTN yang berbunga.

Entah sekarang. Live cherry blossoms! 

Semoga masih ada. Meski hanya tersisa satu dua pohon. Setelah beberapa hari tanah kenangan menjadi tuan rumah bagi gerimis di bulan November.



November Rain ala Dek Ani bisa dibaca di sini.

Jumat, 09 November 2018

Mati

Tentang hati, tentang mati.
Tentang istiqamah yang harus dinyalakan berkali-kali.

---

Suasana riuh. Nasyid menjadi latar yang memenuhi ruangan. Satu-persatu tamu maju ke pelaminan untuk diabadikan sebagai sebuah kenangan.

Seorang teman mendekat kepadaku. Memilih tidak bergabung dengan keramaian.

"Mbak, bagaimana caranya agar bisa istiqamah?" sebuah pertanyaan yang sulit. Karena kita tahu, iman seringkali terbolak-balik.

Itulah mengapa Ummu Salamah memberi tahu bahwa do'a yang sering dibaca Rasulullah shallaahu wa 'alaihi wa sallam ketika sujud adalah,

Ya muqallibal quluub. Tsabbit qalbii 'ala diinik.

Aku meletakkan hidangan berusaha untuk fokus memberikan jawaban.

Padahal Rasulullah saja yang sudah jelas terjaga. Ada malaikat Jibril yang senantiasa membersamai masih meminta dalam sujud panjangnya.

Then me. Who am I? I am just a dirty dust girl.

Pun dengan ribuan basuhan air hujan. Mungkin tak dapat luntur debu-debu dosa pada diri

Yet, bukankah adalah kewajiban kita ketika ada saudara yang meminta nasihat sudah selayaknya kita memberi?

Baiklah.

Alunan nasyid sudah berganti. Teman-teman sejawat masih mengantri menuju pelaminan. Sedangkan ia menarik kursi. Mencoba mendengarkan.

---

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqomah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak pula bersedih hati.

[QS. Al-Ahqaf: 13]

Ibnu Katsir tidak menjelaskan secara rinci dalam kitab tafsir. Beliau hanya memberi pesan bahwasanya orang-orang yang beriman; yang mengakui bahwa Allah adalah satu-satu Tuhan yang harus disembahnya, tidak pantas baginya untuk bersedih hati. Tidak untuk masa lalu. Tidak pula untuk masa depan.

Tapi syarat selanjutnya adalah istiqamah.

How can it be?

---

Ajal,
Begitu cepat ia menjemput
Sedang amal belumlah cukup

Hari,
Adalah dentingan waktu
Menunggu mati

Haiku di atas aku tulis Jum'at, 19 Oktober 2018. Ketika Pak Wi meninggal. Tiba-tiba.

Beliau tidak punya penyakit. Biasanya kulihat duduk di depan Griya. Memperhatikan anak-anak pulang-pergi. Memperbaiki perkakas yang rusak serta menjaga dan membantu kebutuhan Griya.

Istrinya bercerita. Beliau waktu itu pulang ke rumah. Duduk-duduk. Lalu tak lama kemudian meninggal.

Teringat pula nenekku yang juga tak punya penyakit. Sedang asyik menggendong cucu, kemudian tetiba malaikat Izrail datang.

---

Ajal,
Begitu cepat ia menjemput
Sedang amal belumlah cukup

Hari,
Adalah dentingan waktu
Menunggu mati

Gempa di Lombok, Tsunami di Palu.
Musibah di darat, laut dan udara yang menelan nyawa manusia.

Bukankah semua adalah kehendak Allah? Peristiwa yang diingini-Nya.

Fa ana tadzhabuun?

Mau ke mana kita pergi? Tempat mana yang dapat kita jadikan lokasi tuk bersembunyi?

Daun yang gugur tertiup angin. Semut di bawah tanah. Burung-burung di balik pepohonan. Bahkan ikan yang berenang di kedalaman laut.

Tak ada yang luput dari penglihatan Allah.

---

"Tahu nggak apa yang ada di pikiranku?" Hening tak ada jawaban. Mungkin dia menggeleng. "Ya Allah bisa nggak yaa, aku masuk surga." Bening menghangat. Tanpa permisi menuruni pipi.

"Aku juga sering berpikir gitu. Banyak dosa dan belum ada bekal ke sana. Ya Allah..."

Dalam do'a kami berpelukan. Saling menguatkan dalam diam.

---

Kami tak tahu kapan kami memiliki pesta, pernikahan kami sendiri namun mati adalah hal yang harus dipersiapkan.

Sejak semula Allah telah menetapkan. Jodoh, rezeki, mati.  Namun banyak orang sibuk mencari dengan siapa ia akan dipasangkan. Sibuk mencari apa yang nanti akan dimakan. Sedang mati telah suri terlupakan untuk disiapkan.

Bukankan dalam Adz-Dzariyat ayat 56 Allah telah menerangkan. Musabab kita diciptakan; agar tunduk patuh kita beribadah kepada-Nya.

Beribadah. Berharap rida Allah. Adalah hal krusial yang harus diprioritaskan.

Karena dunia ini adalah permainan. Tempat kita menabung amal. Persinggahan sebelum  tiba kematian, yang bisa kapan saja datang.


Nasyid sudah lama tak terdengar.

---
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

Wahai jiwa yang tenang!
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.

[QS. Al-Fajr: 28].

Sabtu, 27 Oktober 2018

Jawaban

Seringkali di antara pilihan-pilihan yang rumit kita membutuhkan jawaban. Kepastian.

Langkah kehidupan di depan kita di depan pun memerlukan perencanaan yang matang.

Berangkat dari diri yang serba kekurangan. Memiliki banyak sekali kelemahan. Kita membutuhkan Allah Ar Rahim. Untuk membantu kita memutuskan.

Meminta pencerahan atas rumitnya masalah. Meminta bantuan untuk kita dapat melangkah.

Ihdinas shirathal mustaqiim.

Ialah pinta yang seringkali kita curahatikan pada-Nya. Dalam permulaan shalat. Dua hingga empat kali di setiap pertemuan.

Atas permintaan seorang mukmin yang sungguh-sungguh iklas dan tuma'ninah dalam sholatnya, Allah menjawab:

Separuh untuk-Ku dan separuh lainnya buat hamba-Ku, serta bagi hamba-Ku apa yang dia minta.

Begitulah Ibnu Katsir menerangkan ayat ke-6 surat Al Fatihah.

Bahwasanya dalam setiap Al Fatihah yang kita baca di kala sholat, ada dialog dengan Allah. Ayat demi ayat.

Ibnu Abbas menafsirkan ayat tersebut dengan kalimat:

Berilah kami ilham jalan petunjuk, yaitu agama Allah yang tiada kebengkokan di dalamnya.

Sedang memurut Ibnu Jarir ayat tersebut merupakan pinta untuk taufik dan hidayah. Dari seorang hamba kepada Rabb-Nya.

- - -

Rasulullah mengajarkan kita Istikharah untuk problematika yang terkadang membuat pening kepala dan tak bisa kita memutuskannya. Jalan mana yang harus diambil. Berbelok ke kanan atau tetap di tempat.

Kehidupan tak pernah sepi dari permasalahan. Hitam-putih hingga warna lainnya yang membuat suasana hati gembira maupun duka.

Satu-dua hal acapkali membuat kita bingung. Bagaimana menentukan masa depan.

Lewat khalwat dengan Sang Maha, kita bertanya.

Kendaraan mana yang harus kita pilih.

- - -

Sebagai mukmin kita menginginkan agar saban hari adalah waktu untuk menabung. Mengisi pahala agar cukup ia dibawa ke surga. Jika bisa.

Maka hal-hal yang membuat Allah rida-lah yang idealisnya kita lakukan.

Dengan istikharah kita meminta diberikan pilihan. Diberikan petunjuk. Diberilan bimbingan.

Agar langkah yang kita ambil nantinya ialah jalan yang membuat Allah senang. Ialah jalan yang ketika kita melokoninya, hari-hari terasa nikmat.

Hingga Allah pun rida.

Karena Engkaulah yang menakdirkan. Sedangkan hamba tidak.
Karena Engkaulah Sang Maha Tahu. Sedangkan hamba tak tahu menahu.

- - -

Jawaban dari hal yang membingungkan tersebut bisa terlihat dari,

Perihal mana yang rasanya semakin sulit dilakukan.
Perihal mana yang semakin Allah mudahkan.

Satu dua jalan dibukakan.
Satu dua pintu ditutup.

- - -

Mungkin kita tak pernah mengira bahwa jawaban yang Allah berikan adalah hal yang tidak terlintas ataupun direncakan sebelumnya.

Qanaah. Cara agar hati kita lapang. Menerima takdir yang diberikan-Nya.

Mencoba menjalani kehidupan yang kita miliki sekarang dengan sebaik-baik penerimaan. Menjalani peran sebagai insan dan hamba. Yang bermanfaat serta peduli terhadap diri dan sekitar.

Cita-cita? Mari kita gantungkan lagi. Pada Allah Rabbul A'la. Pencipta langit dan bumi.

Selasa, 09 Oktober 2018

Stay Here

Setelah segala apa yang kita kerjakan; melakukannya sepenuh hati, menghabiskan waktu dan tenaga yang tak sedikit...

Namun ketika proyek itu selesai,

Atasan, dosen atau bahkan rekan kita sekalipun menganggap hal itu hanya percuma.

Sia-sia belaka...
..

Jika yang kamu kerjakan adalah kebaikan,

Ketahuilah,

إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ ۖ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا

Sungguh, Allah tidak akan menzhalimi seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan (sekecil zarrah), niscaya Allah akan melipatgandakannya dan memberikan pahala yang besar dari sisi-Nya.

[Surat An-Nisa', Ayat 40 ].

Maka apakah yang lebih melegakan; membahagiakan dibanding hadiah pahala yang Allah berikan pada kita?

Insya Allah! Jika kita ikhlas.

Stay connected with Allah.
Stay here. Stay istiqamah.
Semoga Allah rida.

Minggu, 23 September 2018

Menulis: Spontan dan Sekarang!

Menulis secara spontan dan sekarang juga. Bisa?

Artinya kau bebas menuliskan apa saja. Bingung?

Begini langkah-langkahnya. Hal pertama yang harus kau lakukan adalah mengambil medianya. Entah itu komputer jinjing, ponsel ataupun pena dan kertas.

Aku sering melakukan challenge ini hampir setiap hari. Menulis apa saja yang ada di benakku selama sepuluh menit. Topiknya terserah. Bisa sesuatu yang simpel seperti mencurahkan isi hatimu. Tulisan sederhanamu bahkan bisa berupa masalah-masalah sedang kamu hadapi hari ini.

Idealnya tulisan adalah terdiri dari opening, discussion and conclusion. Tentu saja sebuah tulisan berupa masalah dan solusi. Nah, dari menuangkan problematika kehidupan dalam sebuah tulisan maka secara tidak sadar kau akan menemukan solusinya.

Karena sistem urutan secara teknis membuat otak kita berpikir lebih jernih meskipun tidak menegak minuman bersoda. Jadi kamu tidak perlu bingung menuliskan apa dalam mediamu.

Mudahnya selain menuliskan kelindan permasalahan, kamu bisa juga menuliskan apa yang ada di hadapanmu. Let say, mobil yang lewat, awan yang biru, ataupun pepohonan yang rindang.

Pendengaran dan indera lainnya juga patut kita ikut sertakan. Misalnya, kicau burung penyambut pagi, angin yang bertiup sepoi sekali hatta bahkan bunyi klakson yang lewat di depan rumah.

Tuliskan apa saja! Semuanya!

Kau juga boleh mencontek kegiatan rutinku. 10 menit menulis. Aku bisanya menulis menggunakan aplikasi blogger atau catatan di ponsel daripada software semacam office. Setelah media-nya siap, kita bisa menyetel alarm selama 10 menit.

Sepuluh menit itu tidaklah lama bukan dibandingkan main instagram? Jadi kamu juga pasti bisa.

Terkadang aku sampai ketagihan dari yang awalnya ingin sepuluh menit saja hingga-bisa-sampai satu jam! Haha. Ditambah lagi jika ide tiba-tiba datang memyerbu dan boom!

I think it helpful for monthly challenge like Wicha (Writing Challenge), ODOP (One Day One Poem), ODOW (One Day One Work), and so on. Due to the fact, oftenly, in ten minutes I got 300-500 words.

Sesuai kan? Biasanya challenge-challenge tersebut menghendakinya begitu, I means the total of the words.

If you are interested joining the challenge, FLP Jawa Timur has Wicha that consists of classes. Ikut aja dulu kelas pertamanya, nanti lak ketagihan. It builds your skill in writing. Trust me it works ^^

Hubungi Pak Angga, Direktur Wicha yang siap merekrut anggota selanjutnya. Eits, tapi syaratnya harus terdaftar jadi anggota FLP yang berdomisili di Jawa Timur dan harus ber-NRA (Nomer Registrasi Anggota) untuk bergabung di Wi-Cha ini.

"Kalau ikutan Wi-Cha suka nulis apa, Mbak?"

Aku pribadi suka berkontemplasi. Menulis benang kusut yang sedang mengetuk kehidupan. As thesis that has the background of study, permasalahan yang rumit adalah langkah awal agar otakku lebih bekerja. Menuliskan A-Z yang berisi kerumitan-kerumitan tersebut, kemudian secara spontan sinaps di dalam kepala menghasilkan jembatan yang berupa solusi.

Tetiba tulisanku sudah berisi how to break the problem. Secara tidak sadar.

Ting! Bohlam yang bercahaya tersebut datangnya dari Allah melalui buku-buku yang pernah kubaca, pengalaman-pengalaman yang kerap menghampiri dan hikmah yang sebenarnya berlimpah di mana-mana. Semua solusi tersebutkan berkelindan, menghembuskan nafas lega.

Seringkali sebuah proses menulis berakhir melegakan. Setidaknya bagiku. It must be caused by the solution I have after writing activity. I know it'll be happen for you too.

Writing is healing. Kata Bunda Sinta begitu. Menulis adalah salah satu terapi yang bisa menyembuhkan luka. So, instead of, curhat di sosmed yang jatohnya kamu bisa buka aib diri sendiri, bisa tuh menuangkan segala duka lara dalam bentuk tulisan.

Menulis sekarang dan secara spontan? Bisa! Coba deh. Sepuluh menit aja. Siapa tahu nanti kamu ketagihan. Dan bonusnya tulisanmu akan semakin lincah terasah.

Afala tadzakkaruun? Apakah kau tak berpikir? Ayat yang sering Allah ulang. Pertanyaan agar manusia memilki keutuhan eksistensinya. Menulis adalah kegiatan berpikir. Menyambung satu kata menjadi kalimat, kemudian menjelma paragraf hingga lengkaplah satu tulisan. Menulis maka aku ada. Membiarkan otakku lebih bekerja dan memanfaatkan kelebihan yang Allah beri pada hamba-Nya.

That's all. Happy writing and keep spreading the positive vibes!

Selasa, 19 Juni 2018

Ini Cerita Serunya MQM di Karangpandan

MQM 5 KARANGPANDAN
Tahun ini Isy Karima mengadakan Mukhoyyam Qur'ani Muslimah (MQM) di 9 tempat; Malang, Banjarmasin, Pekanbaru, Karangpandan, Tawangmangu, Sukoharjo, Bandung, Banten dan Lampung. Dan aku memilih Karangpandan.

Mengapa Karangpandan? Simply because, di broadcast-nya tertulis that the centre is here. Kesekretariatannya MQM ada di Karangpandan dan Pondok Isy Karima-nya sendiri letaknya di sini. That's why.

Teman-teman yang lain juga berasalan serupa. Meski kenyataan tak seindah harapan. Uhuk. FYI, MQM Pusat-nya itu ternyata yang di Tawangmangu.

Tapi kalau memilih Tawangmangu, kami tak akan disatukan dalam lingkaran cinta ukhuwah bernama "Baitul Ma'mur."

Alhamdulillah 'ala kulli haal ♡

Baitul Ma'mur, nama kamar kami. Bisa dibilang asrama juga karena kami ber-duapuluh bertempat tinggal di satu rumah. Di pengumuman ada 20 orang tapi hingga tiba di akhir acara, kami hanya ber-empatbelas. Ahh, takdir Allah so sweet yaa. Hanya orang-orang yang Allah pilih, yang bisa bertemu di bawah naungan quran MQM.

Oia, kegiatan yang digagas Isy Karima ini khusus perempuan. Women only. Sesuai dengan namanya, Mukhoyyam Qur'ani Muslimah. Mukhoyyam artinya Camp. Kegiatan yang dilaksanakan di sepuluh hari terakhir Ramadhan.

Then here we come to..

Pembukaan MQM 5 Karangpandan

TAK KENAL MAKA TA'ARUF
Berpindah tempat dari daerah Pampung yang dingin menuju Karangpandan yang hangat..

Awalnya asing. Tak saling kenal.

Atmosfernya berasa jadi santri baru. Benar-benar seperti pertama kali mondok.

"Mbak beneran mondok dong," respon si Eceu waktu aku menitipkan ponsel. Reading Challenge Super Reader pun aku titipkan pada Kepala Sekolah karena alasan tersebut.

Honestly, hari pertama masih berasa hitam-putih. Kelabu. Tak berwarna.

Wong belum ada satupun yang dikenal og, hihi.

Qadarullah, hari pertama nggak langsung tancap gas. Masih ramah-tamah dulu. Panitianya pengertiann tenann.

Hingga akhirnya Baitul Ma'mur menjadi kamar terkompak. Menurut penilaianku, hihi. Soalnya kamar (rumah) yang lain jaraknya berjauhan. Alibi nih :D

OUR ACTIVITIES
Oke, setelah berkenalan dengan teman di kanan-kiri saatnya kita beraksi! Ganbatte! Sambil mengencangkan ikat kepala ala orang Jepang, hihi. Go, go!

Peserta Mukhoyyam dibangunkan jam setengah dua pagi untuk bersiap QIYAMULLAIL. Karena ini sepuluh malam terakhir maka Tarawihnya ketika dini hari. Tarawih and qiyamullail is the same thing ya, guys.

Siapa yang berani mandi jam segitu? Yang nggak mau antre berani dong. Daripada entaran, antreannya membludak. Aku pun pernah. Pernah aja, nggak selalu, haha. Soalnya setelah menemukan KM nyaman di Griya Nabawi, mandinya di sana ajah. Secara Baitul Ma'mur adalah rumah yang terjauhh. Jauhhh. Harus naik gunung (baca: jalannya menanjak).

Setelah qiyamullail kita TAHSIN. Belajar memfashihkan bacaan yang dibimbing oleh Ustadzah Laila. Kami fokus di Surat Al Fatihah. Biar makin disayang Allah. Sholatnya enakeun. Malaikat yang di samping kita juga betah mencatat pahala sambil dengerin. Aamiin.

Tahsin ini tiga kali sehari. Pertama, ketika jam tiga pagi. Kedua, siang. Sekitar jam satu-an lewat. Tiga, sore bakda dzikir petang.

Sehabis tahsin, kami makan-makan alias SAHUR :D

Terus sholat shubuh, dzikir pagi, dan TADARUS.

Target kami khatam tilawah Al-Quran selama di MQM. Jadi ada sekitar 4-5 kali tadarus dalam sehari. Konsepnya, Musyrifah membaca dengan mushaf dan kami para peserta menyimak; mendengarkan dengan seksama dan membetulkan jika ada yang salah.

Seperti di yang di-taushiah-kan oleh Ustadz Fauzin, para salafus shalih itu sehari bisa khatam pas Ramadhan. Ketika Ramadhan, ulama pun lebih giat bertilawah daripada menghafal. Karena ialah bulan Al-Quran. Imam Syafi'ie bisa dua kali khatam. Masya Allah. Kalo sudah hafal mah sehari juga bisa ya. Sambil nyapu, sambil menyiram tanaman, lisan tak henti bertilawah. Namun, di luar Ramadhan makruh. Hanya boleh menghatamkan Quran dalam waktu tiga hari.

Setelah tadarus, peserta boleh mandi, boleh menyiapkan hafalan bagi yang sudah rapi wangi. Karena setelah akan ada HALAQAH. Kegiatan menyetorkan hafalan. Boleh muraja'ah (mengulang), boleh ziyadah (menambah hafalan).

Setoran hafalannya hanya dua sesi ; bakda tadarus pagi dan jam 08:30 (cmiiw) hingga jam 11 siang. Kalau tahun kemarin katanya temen-temen yang pernah ikutan, halaqah sampai lima kali. Sahur-sahur pun setoran..

Sore setelah tahsin kita ngabuburit. Mendengarkan taushiah dari para asatidzah Isy Karima. Insya Allah contekannya di post berikutnya.

Selain kegiatan di atas, kami ada game-game seru. Main tali semrawut, sedotan tissue. Kocak-kocakan di tenda. Terus ada lomba cerdas cermat juga.

Go, Baitul Ma'mur go!

Ini beberapa list pertanyaan kami:
1. Siapa pendiri Al-Aqsha?
2. Sahabat yang suaranya merdu?
3. Dan puluhan pertanyaan lainnya


Boleh banget kalau mau bantu jawab di komentar ^^

Oke itu aktivitas kami di MQM 5. Nggak tahu nanti MQM 6.
*Dilan mode on :D

Menu Bukber MQM 5 Karangpandan
GRADUATION CEREMONY
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan..

Pagi-pagi ketika jalanan masih sepi dan gelap, kami sudah turun (dari tanjakan :D) mendorong koper dan tas-tas besar. Bersiap pulang T.T

Telah tiba kita di acara puncak. Graduation ceremony. Wisuda akbar kami digabung dengan teman-teman di cabang Tawangmangu. Makin rame makin seru, kata anak gahul begitu.

Kami berangkat dengan bus besar. Sambil menatap mentari yang menyembul perlahan di balik Gunung Lawu. Slow motion. Tahu banget kita lagi melow nggak mau pisah T.T

Disambut dingin. Kami tiba di Kampung Halloween Sekipan, Tawangmangu.

Sejauh mata memandang bawaannya segerrr. Hijaunya pinus yang rimbun di bebukitan. Cengkeh yang berjejer. Villa-villa yang cantik memanjakan mata. Masya Allah arsitekturnya keren-keren dengan penataan taman serta bebungaan yang membuatku tak berhenti berdecak kagum.

Masya Allah. Fa bi ayyi aalaa-i rabbikuma tukadzdzibaan.

Rumah impian rasanya ♡

Wisuda kali ini, dibuka pembacaan juz 30 bareng yang dipandu Syaikh Matrud dari Yaman. Bacaannya merdu sekali. Bagaimana Abu Musa yaa yang didatangkan ribuan malaikat hingga memenuhi langit bumi. Bagaimana bacaan Rasulullah yaa yang langsung diajarkan oleh Jibril T.T

Do'a khataman yang dibaca Syaikh Matrud juga bikin nyess. Alhamdulillah ngerti dikit-dikit bahasa Arab jadi doanya kerasa menyayat banget. Di sekitarku suara akhwat terisak membuat suasana semakin sendu.

Pembacaan Juz 30 Oleh Syaikh Matrud Yaman
Ya Allah.. inilah nikmat-Mu yang sesungguhnya. Bisa berinteraksi dengan Al-Quran. Bisa bertemu dengan para pecinta Al-Quran..

Ada yang lebih menyesakkan lagi. Orasi tentang Palestina. Warga Syam yang selalu dicekam ketakutan selama bertahun-tahun.

Kita di sini aman-nyaman membaca Al-Quran. Sedang di sana ledakan peluru adalah soundtrack para huffadz..

Nyess lagi T.T

Aku lupa bagaimana urutannya; tepatnya prosesi wisudanya di sesi ke berapa.

Semua peserta MQM 5 maju ke depan, membawa syahadah. Berfoto bersama kelompok halaqah masing-masing. Tentu saja musyrifah juga ikutan. Terhitung ada sekitar 400-600 peserta di dua cabang MQM; Tawangmangu dan Karangpandan.

Para pemenang lomba game etc, juga diumumkan di wisuda ini. Termasuk peserta terbaik MQM.

Seru deh. Nget-nget-nget. Alhamdulillah bi ni'matillah tatimmus shaalihat. Bertemu dengan para peserta memberikan inspirasi dan motivasi tersendiri. Uhibbukunna fillah.

Keluarga Baitul Ma'mur Mengucapkan
Jika tulisanku ini belum memuaskan, yuk ikutan di MQM selanjutnya! Di MQM tahun ke-enam. Semoga Allah memberikan kesempatan. See you there.

Minggu, 17 Juni 2018

Menceritakan Dingin

Dingin. Bahkan jaket, selimut tebal dan kaos kaki harus hadir bersamaan untuk menghalau perasaan dingin tersebut. Baiklah. Akan kukatakan.

Tak hanya suhu udaranya yang dingin. Yang membuat gigi bergemeletuk atau bahumu bergetar hebat karena saking dinginnya. Suasananya pun serupa.

Sepi sedang bergelayut. Meninggalkan dingin yang disertai kabut. Sendirian. Mencekam erat dan kuat.

Gunung yang biasa aku tatap kala membuka jendela raib. Pun matahari yang kerapkali menghangatkan bumi.

Di tempat aku menulis sekarang ini memang sedang musim kemarau. Namun dinginnya akan cepat akrab dengan siapa saja.

Kabut Datang Berkunjung
Jam 12:00 siang hari, seringkali adalah puncak. Ketika gerombolan kabut datang tanpa tahu kau sedang apa. Ya, memang itu jadwal kunjungannya. Entah kau sedang memasak, membaca atau disergap tenggat waktu yang mendesak selalu.

Itulah pilihan. Kau mau tetap melanjutkan aktivitasmu, misal menghafal surat cinta dari langit atau menarik selimut dan tenggelam di sana.

Saat pertama kali datang ke sini kau akan mengira lantai rumah basah terkena air. Padahal tidak.

Bukan seperti episode Balqis yang menjinjitkan kaki karena ikan-ikan di lantai kerajaan buatan Sulaiman. Dia takut bajunya basah. Namun tidak begitu. Itulah karunia Allah yang diberikan pada Nabi Sulaiman. Allah membuat lantai transparan laksana kolam.

Di sini tak ada ikan-ikan berkejaran seperti yang bermain di kaki Balqis. Hanya saja lantainya dingin. Sedingin es batu--hanya perasaan saja sepertinya.

Air yang kau seduh akan cepat dingin. Salad buah yang kau racik akan dingin secara alami tanpa dimasukkan ke dalam kulkas. Minum seperti biasa pun akan terasa menyegarkan. Dingin yang tanpa lemari pendingin.

Pun gorengan yang hangat akan cepat kehilangan asapnya jika tak lekas kau santap.

Itu ketika pertama kali kau datang. Saat kau telah menetap di sini, akan ada tiga orang. Satu merasakan dingin yang dengan segera merapatkan jaket. Dua, kepanasan karena kebanyakan makan. Tiga, dia yang biasa saja menyikapi kehidupan.

Pada episode menunjukkan jam tepat tiga dini hari atau pukul lima pagi semuanya sepakat mengatakan dingin.

Sedang ibu menyuruh untuk bergegas.

"Ayo cepetan, nanti ketinggalan rakaat sholat 'ied."

-----

Saat ini, siang 12:12 kabut sedang lebat-lebatnya turun. Beginilah musim kemarau yang bisa membuatmu membeku. Istilah si Eceu ini, hihi.

-ditulis di sebuah lembah, daerah bebukitan Gunung Lawu, berkecamatan Tawangmangu.

Lawu Menyapa

Kamis, 15 Februari 2018

FLP: Ukhuwah, Cinta, di Istana Penuh Kekata

FLP: Ukhuwah, Cinta, di Istana Penuh Kekata
“Adek tahu mentoring?” Aku menjawabnya dengan anggukan pertanyaan Mbak Ifa. Sejak SD bahkan kata itu sudah familiar di telinga. Kata yang sering mucul di dalam karya para penulis Forum Lingkar Pena [FLP]. Mendengar kata FLP, Mbak Ifa dengan lihainya mengetikkan sesuatu pada komputer jinjingnya.

“Gabung aja, di FLP Bangkalan, Dek,” ajaknya serius. Kali ini layar laptop milik Mbak Ifa menampilkan grup cabang FLP di kota rantau. Beberapa saat kemudian aku pun ikut bergabung di komunitas maya tersebut. Nama-nama yang tercantum sebagai anggota, aku tambahkan sebagai teman. Satu demi satu. Hanya sebatas itu.

Ramadan pertama di kampus Universitas Trunojoyo Madura. Kemarau yang membuat lapangan sepak bola terlihat gersang. Kering tanpa rumput dan tanahnya pun retak-retak macam terkena gempa bumi. Kabar tentang FLP ini tentu saja memberikanku setetes embun, yang menumbuhkan benih-benih harapan. Apalagi dunia kampus bagiku masih sama sekali baru. Kontrakan pun ketemu.

“Ngekos di Yasmin, aja Dek. Ini Mbak kasi kontak pemiliknya.” Kali ini giliran Mbak Dila yang berbicara. Teman satu kontrakan Mbak Ifa. Ah, senangnya ini mungkin yang dinamakan kado Ramadan.

Dari Hijab Kuning, OWOW hingga Taman Baca

“Dek jadi ikut FLP? Sekarang ada rapat di GSC,” itu pesan Mbak Ifa. Melangkahlah kaki dari Yasmin ke sana. Terpisah dengan hiijab kuning kami bermusyawarah. Di situlah kemudian aku bertemu teman-teman FLP lainnya; Mbak Ila, Mbak Titim, Mbak Aan dkk.

Sebagai Kestari kemudian aku terdaulat. Pun otomatis setelah acara literasi tersebut aku resmi menjadi anggota FLP Bangkalan. Tanpa diklat. Tanpa ikrar. Begitulah Allah memudahkan jalan.

Hijab kuning alias pembatas rapat. Tabir bahasa lainnya. Pembatas kuning tersebut fenomenal banget di ingatanku. Pasalnya ini adalah salah satu inventaris LDK MKMI. Kebanyakan anggota FLP Bangkalan adalah mahasiswa UTM dan 90% di antaranya adalah para aktivis kampus. Dan 60% di antara kami adalah anggota Divisi Pers & IT LDK MKMI. Itulah mengapa, seringkali kita rapatnya juga di kesekretariatan LDK MKMI.

Di Balik Tabir
Kabar bahagianya, para anggota sudah mengerti batasan-batasan antara perempuan dan laki-laki. Jadi adem-lah kalau rapat. Nggak perlu kuatir ada pandangan liar. Tapi tetep saja harus jaga diri, jaga hati. Oke sip.

Resmi menjadi anggota tentunya kita dituntut aktif menginguti semua kegiatan Forum Lingkar Pena. Wajib. Kudu. Bukankah itu arah, haluan kita bergabung di sana?

Selain Bincang Literasi yang biasa diadakan Selasa sore hari di Taman Kampus atau Kelas Menulis pada Ahad pagi di Masjid Nururrahman, agenda yang paling melekat di ingatan adalah OWOW. One Week One Writing.

Satu pekan sekali kami diwajibkan mengirimkan karya terbaiknya ke surel FLP Bangkalan. Tukang tagihnya si Teh Hijau. Penyair yang puisi-puisinya bikin meleleh akan diksinya yang luar biasa. Siapa dia? Nanti kita omongin via japri yaa  kalau mau tau, wkwkwk. Nggak Cuma kirim karya, kalau telat atau misalkan bolos, ada ‘iqabnya. Hukumannya mau tidak mau, tulisannya tembus media. Whhuess.

Berganti tahun kami punya agenda baru. Dimulai pada 2016. Tahun ketika Dek Ani resmi menjabat sebagai ketua FLP Bangkalan. Namanya Taman Baca. Hampir dipastikan di setiap cabang FLP memiliki agenda ini.

FLP Bangkalan dan Ghadul Bashar Para Anggota
Jika periode sebelumnya Ahad pagi diagendakan untuk Kelas Menulis maka pada tahun tersebut, hari itu kami gunakan untuk Taman Baca.

Dari tim akhwat tangguh ada Rini, Mbak Win, Dek An, Ria, Nida’ si Bunda dan si penulis blog ini. Jam lima kami sudah calling sana-sini memastikan para anggota tidak absen agenda. Janjian, bertemu di halte bus, di pertigaan kampus.

Sepagi itu kami menahan dingin dan gigil. Menggotong banner sisa acara sebelumnya. Membawa X-banner dan penyangganya yang abot. Tak lupa, di tangan masing-masing menenteng goodie bag berisi buku-buku. Whoa, ancen akhwat tangguh kalian!

Tapi Allah selalu punya kejutan. Matahari di ufuk timur berlatar pematang sawah, rawa-rawa adalah pemandangan yang menjadi hadiah yang Masya Allah membuat angkot yang kami tumpangi penuh puisi.

Di Stadion atau di Taman Paseban kami biasa menggelar tikar. Terkadang teman-teman LDK MKMI ikutan berpartisipasi juga. Meski bukan anggota. Gotong-gotong barang, merapikan, menunggui buku dan hal semacamnya.

Temen-temen indekos juga suka kami ajakin. Makin ramailah suasana. Alhamdulillah.

Anak-anak perindu Dongeng       
  
Namanya Bebi [Mungkin bisa dibaca Barbie J]. Gadis kecil yang tak pernah absen mendatangi lapak kami. Buku favoritnya kisah fable dari Al-Quran. Untuk Taman Baca ini kami memang lebih fokus, lebih banyak membawa buku-buku bertemakan anak-anak. Mengingat banyaknya pengunjung banyak dari kalangan tersebut.

Bebi ini belum bisa membaca. Jadilah kami dongengi dia. Biasanya Mbak Win yang suka membacakan cerita. Sedangkan aku, cukup berada di balik kamera saja.

Selesai Mbak Win mendongeng, Bebi dengan cadelnya akan menunjuk hewan-hewan pada gambar. Menceritakan ulang kisah versi dia yang terkadang tidak masuk akal. Namun tentu saja membuat rekan-rekan menahan geli. Lucu sih.

Calon Sastrawan Masa Depan

Antusiasnya si gadis kecil nan imut tersebut membuat beberapa anak ikut mengitari buku-buku. Alhamdulillah pengunjung bertambah. Pas kita sudah pada lulus, Mbak Win suka dicari-cari sama si Bebi. Mana Mbak baik hati pandai bercerita itu?

Saat mentari mulai bersinar terik. Kala anak-anak sudah menyepi [alias pengunjungnya bubar balik kanan]. Kami mulai berburu kuliner. Namanya juga Minggu. Hari libur. Bisa ditebak. Banyak penjual yang mudah kami temui.

Teh Lia, Dek Iril, inget nggak waktu itu kita pernah ngeskrim di Taman Paseban?
Mbak Wind, masih suka nguber batagor nggak?
Dek An, cari pentol bakar lagi yuk!

Ah, jadi weh kangen kalian. Kan. Kan. Kan. Tisu mana tisu ><

Tanah Rantau Penuh Kenangan

Ialah tanah rantau penuh kenangan. Ukhuwah dan canda tawa. Tiga tahun bersama FLP Bangkalan. Bertemu orang-orang hebat dan belajar langsung pada mereka. Di kelas puisi aku belajar diksi. Berlatih pada senior yang lebih. Aku pun bukan orang yang biasa tampil lapangan. Lebih suka bermain kekata. Membiarkan jariku menari. Menuliskan apa-apa yang berdatangan di kotak-kotak masa.

Dan pada puisi aku memutuskan untuk memintal diksi.

Pada spesialisasi puisi, ada Rini, Mbak Win, Akh Yogi dan hampir semua anggota FLP Bangkalan menyukai bidang ini. Termasuk Dek Ani, ketua umum kami.

Spesialisasi reporter ada Dek Anggun, Akh Fendi, dan Dek Halwa. Karya-karya mereka selalu siap menghiasi rubrik-rubrik Citizen Journalism berbagai media.

Serta nama-nama baru yang belum sempat kuhafal yang tulisannya tak kalah luar biasa menginspirasi.

Jazakumullah khair, teman-teman telah membuat tanah rantau penuh ilmu dan kebersamaan.

Selamat Datang Tanah Kelahiran

Tahun 2017 adalah detik-detik terakhir aku berliterasi bersama FLP Bangkalan. Selepas wisuda beberapa dari kami kembali ke tanah kelahiran. Termasuk pemilik Kebun Kekataku. Pada waktu sore, yang dihiasi mendungnya langit. Alhamdulillah aku resmi diterima FLP Pamekasan. Cabang Forum Lingkar Pena di Kota Gerbang Salam, tempat aku dilahirkan.

Bertempat di SDIT Al-Uswah Pamekasan, pertama kalinya aku duduk melingkar bersama mereka dengan Zayyin Achmad, ketua FLP Surabaya yang menjadi pemateri kami. Moy-tamoyan waktu itu juga dilengkapi dengan rujakan bareng.

Pertemuan Perdana bersama FLP Pamekasan

Eh, ngomong-ngomong soal rujak jadi nggak sabar Rujak Party besok [16/02/18] di Rumah Cahaya FLP Pamekasan. Besok kita sistemnya potluck. Ada yang bawa kedondong, kerupuk, cabai, petis dll. Aih meleleh duluan membayangkannya. Pasti seru deh. Insya Allah. Para taretan FLP jangan lupa hadir ya!

Dan di sinilah aku sekarang. Menjadi salah satu bagian pejuang literasi di  FLP Cabang Pamekasan.

Para Perempuan Militan

FLP mempunyai berbagai anekdot. Terutama tentang singkatan FLP itu sendiri. Di Bangkalan, kepanjangannya menjadi Forum Lingkar Pria, karena para pengurusnya kebanyakan laki-laki. Di FLP JATIM, diplesetkan menjadi Forum Lingkar Perjodohan. Apalagi saat anggota FLP Surabaya menikah dengan akhwat FLP Malang. Makin rame deh grup WA.

Pada acara Kelas Menulis Cahaya edisi liburan akhir tahun [2017], sepertinya tepat jika singkatannya diubah menjadi Forum Lingkar Perempuan. Aku menemukan para perempuan tangguh. Akwat-akwat militan.

Kelas Menulis Cahaya

Akhwat atau sebutan perempuan aktivis dakwah dan kata militansi sering disebut-sebut sebagai kata sifat yang melekat pada mereka yang siap sedia memikul amanah dalam kondisi apapun. Secara bahasa akhwat berasal dari kata ukhtun yang artinya saudara perempuan. Sedangkan akhwat adalah jamak dari kata tersebut.

Dalam KBBI, militansi tertulis dengan makna:

mi·li·tan·si n ketangguhan dl berjuang (menghadapi, kesulitan, berperang, dsb): kaum wanita harus mempunyai -- dl ber-juang membangun masyarakat.

Contoh yang tertera dalam kamus juga disematkan kepada perempuan. Rasanya pas jika kemudian kata militansi disandingkan dengan akhwat. Akhwat militan. Para perempuan tangguh di kelindan zaman.

Aku melihat dan berinteraksi langsung dengan mereka.

Belajar dari gerak-gerik dan tingkah laku, respon baik mereka terhadap sesuatu. Semuanya nampak exampleable. Maksudku, mereka teladan yang patut dicontoh.

Kelas Menulis Cahaya, FLP Pamekasan adalah wadah bagi anak-anak berumur 8-12 tahun untuk mengisi liburan akhir tahun mereka. Pas woro-woronya gitu, kenyataan di lapangan ada anak yang berumur 6 tahun tapi ternyata luarbiasa. Kegiatan ini dibuat dengan tujuan agar mereka semakin mencintai literasi. Membangun peradaban baca tulis. Khususnya di Kabupaten Pamekasan. Acara ini berlangsung selama lima hari 26-30 Desember 2017.

Hari pertama dan kedua dimulai dengan kelas komik bersama Kak Zaky dari FLP Jombang di Sekolah Alam Excellentia. Pelatihan jurnalistik kami lakukan di hari ketiga di Radar Madura. Kemudian Kak Emus, mengisi kelas cerita anak di hari keempat yang bertempat di Ruang Anak perpustakaan daerah Pamekasan.

Acara yang menakjubkan dengan hanya lima orang panitia setiap harinya.

Daebak! Itu kesan pertamaku. Bagaimana mungkin? Allah yang menjadikan semuanya mungkin..

Aku melihat Mbak Ami yang selalu datang setiap hari tanpa pernah absen satu hari sekalipun. Beliau adalah pembina Forum Lingkar Pena Pamekasan yang tetap aktif menemani kami. Padahal Mbak Ami sangat sibuk di keorganisasian di Wilayah Jawa Timur. Salah satunya FLP Jatim, tapi beliau masih bisa menemani kami. Ditambah lagi hingga aku menulis tulisan ini, Ummi, ibunda kandung Mbak Ami masih belum sembuh benar.

Ketika acara Kelas Cahaya selesai, Mbak Ami akan langsung pergi ke rumah sakit. Malamnya pun menjaga sang ibunda di sana. Dan pagi-pagi sudah siap sedia di tempat. Salut juga sama Ummi, yang mengizinkan Mbak Ami untuk bisa ikut serta dalam acara padahal beliau lebih membutuhkan anaknya.

Duh, kami sangat malu apabila datang terlambat ke tempat acara sedangkan Mbak Ami sudah di sana..

Mbak Ubabah, sang ketupat alias ketua panitia sudah berkeluarga. Beliau mempunyai anak kecil yang tak bisa melulu ditinggal. Adik yang masih berusia beberapa bulan. Kalau teman-teman sedang istirahat dan kondisi acara lagi nggak crowded, Mbak Ubabah akan pulang sebentar. Bunda yang sangat luar biasa! Masya Allah..

Nah, kalau mau lobi-lobi, aku biasanya menghubungi Mbak Ubabah soalnya beliau orangnya suka mengayomi dan sabar. Apalah daku yang tak bisa berdiplomasi.

Dalam kepanitiaan kami ada juga Mbak Novi yang sedang hamil. Tapi beliau adalah panitia yang tak pernah absen. Selalu on dalam acara. Pantas saja jika di akhir acara, Mbak Novi terpilih sebagai mentor terbaik pilihan peserta.

Keibuan dan sangat telaten. Kemarin sempat ada tragedi. Apa, tragedi? Ada peserta yang nangis kenceng banget. Tapi nggak pas sampe tantrum soalnya ada Mbak Novi sang superhero. Padahal sebelumnya sudah dihibur sama aku dan Mbak Nikmah tapi nggak mempan eh. Nanti FLP kalau mau ngadain kelas parenting bisa nih menghubungi Mbak Novi. Kita curi ilmunya, hoho.

Kalau dibilang FLP itu singkatan dari Forum Lingkar Perempuan. Mungkin ada benernya.

Kemudian Mbak Nikmah, akhwat yang sigap wara-wiri ke sana-sini.

"Sudah, Dek biar saya yang ambil," itu kalimat pamungkas Mbak Nikmah. Siap banget dah buat ngapa-ngapain.
"Soalnya Mbak lihat ekspresinya, kayak nggak minat gitu buat bergerak, jadi Mbak langsung cus saja."

Masya Allah, militan sekali. Ajari aku, Mbak. Daku yang miskin ilmu ini ><
Padahal ngangkat-ngangkat itu biasanya kerjaan cowok. Hei, kalian peka dong. Kan qawwamuuna 'alan nisaa' *ngomong sama tembok.

Katanya berikan amanah pada orang sibuk. Ada benarnya. Meski Mbak Erlin banyak pekerjaan dan tak bisa datang ke acara, beliau membantu kami dari balik layar. Urusan kesekretariatan seperti sertifikat, stiker dll Mbak Erlin siap bantuin. Besok paginya bisa kita langsung ambil. Jadi nggak ada alasan sebenarnya kalau memang niat. No excuse! Siap, Mbak!

Mbak Titik, panitia yang jauh dari kampung halaman. Kita memang para anggota FLP Pamekasan, tapi biasanya para mahasiswa atau pekerja yang tinggal di Pamekasan ikut aktif juga di Forum Lingkar Pena sebelum kembali pulang. Mbak Titik bahkan pulang-pergi Pamekasan-Sumenep. Masya Allah.

Terimakasih, Ya Allah sudah Kauberikan teman-teman saudara-saudara perjuangan yang memiliki banyak hikmah. Para akhwat militan yang selalu siap sedia berjuang. Tanpa alasan, tanpa mengeluh. Hanya ridaMu yang mereka cari.

Bismillah, mari terus berjuang, akhwatii fillah.

Ialah Forum Lingkar Pena, Istana Penuh Kekata

Terlepas dari berbagai anekdot dari singkatan FLP, ia adalah kepanjangan dari Forum Lingkar Pena. Wadah literasi yang memiliki cabang hampir di seluruh penjuru kota nusantara. Bahkan sudah mendunia. Cek link ini untuk menemukan FLP terdekat.

Jika tak ada, kau bisa mendirikan FLP cabangmu sendiri, namun ketentuan dan syarat berlaku. Yang paling krusial adalah, kau haru [pernah] aktif menjadi anggota FLP cabang manapun. Sekali lagi, cek FLP cabang terdekat untuk berpartisipasi di sana.
       
FLP Wilayah Jawa Timur dalam acara Writing Camp

Sejatinya kita di FLP memiliki tiga pilar. Mata rantai yang tak boleh lepas. Organisasi, keislaman, dan karya. Acara serta berbagai agenda adalah cara kita berorganisasi. Pengumpulan tulisan, bedah karya adalah eksistensi kita sebagai penulis. Wujud dari kelindan kata yang harus kita tuangkan. Dalam puisi, narasi maupun nonfiksi. Dan keislaman adalah ruh yang wajib ada dalam setiap pertemuan antar anggota dan perjumpaan ide yang berwujud karya.
          
Maka dakwah pena adalah hal yang semestinya dipegang oleh para pejuang literasi. Tidak hanya kita yang aktif dalam FLP, namun bagi kita yang mengaku beragama Islam.

            Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.
            Menebar kebaikan. Berbagi hikmah di setiap lini kehidupan.
            
Forum Lingkar Pena adalah istana yang patut kita rawat bersama. Menghiasinya agar sentiasa indah berhiaskan kata-kata. Tempat kita bercocok tanam kebaikan, hingga ia tumbuh menjadi berlian yang senantiasa hidup di dalam hati pembaca. Karena menulis adalah kerja untuk membangun peradaban. Bismillah, bersama FLP akan kita wujudkan! Berakhir hamdalah, semoga segalanya muara pahala dan rida yang menghantarkan kita menuju surga.

21 tahun berdiri, semoga FLP semakin menginspirasi dan lebih banyak lagi berpartisipasi dalam mencerdaskan bangsa dan membawa harum nama Islam sebagai agama kita.

Keterangan:
Tulisan ini diikutksertakan dalam lomba #miladFLP21 #kisahinspiratifFLP
Paragraf sebelum terakhir adalah padanan kata yang diparafrasekan dari pidato Babe Rafif Amir, pada Muskerwil V di Ngawi, 25 Desember silam.