Bagus, keren, dan entah kata hebat
apalagi yang harus aku lontarkan. Poko’na lebur wa. Macellep ateh. Eh?
Bahasa dari planet mana ini. Lihat
catatan kaki saja ya kalo ingin tahu artinya :D
Ini buku yang paling top-markotop
dibanding adik-adiknya. Dua buku Hanum yang juga pernah aku baca; Berjalan di
Atas Cahaya Dan 99 Cahaya di Langit Eropa. Tapi belum sempat aku bikin review-nya.
.:plak:.
Buku keren karya Hanum Rangga. Fotonya nemu di internet |
Teknik penulisannya juga keren. *beberapa
bulan terakhir aku jadi suka mengkritik tulisan orang. Gegara #OneDayOneWork
yang mewajibkanku untuk menyelesaikan sebuah tulisan dan mengkritiknya
habis-habisan bersama beberapa orang rekan. Begitu setiap hari yang aku
lakukan. Tapi untuk karya yang satu ini, aku jadi tak berkata apa-apa kakkoi
desu kara.
Ya! Bagaimana Hanum dan Rangga bisa
memadukan fakta nyata tentang sejarah serta ilmiah dengan travelling dan fiksi.
Mereka juga dapat memolesnya dengan spritual Islam yang berhasil membuat para
pembaca tergugah.
Fakta bahwa, boleh jadi peristiwa 9/11
adalah peristiwa konspirasi yang penuh dengan misteri. Boleh jadi Muslim yang
selama ini jadi bulan-bulan *atau mungkin tahun-tahunan. Eh? :D hanyalah
korban. Serta cerita fiktif hasil imajinasi Hanum dan Rangga yang memunculkan
tokoh bernama Azima Hussein*tokoh ini seperti menggantikan Fatma Pasha di 99
Cahaya di Langit Eropa, Michael Jones yang kehilangan Joanna dan Hyacinth
Collinsworth penderita Alzheimer.
Berbagai rentetan kejadian yang
sayangnya bukan kebetulan lantas saling berkaitan. Pria paruh baya yang
mengetuai demo di Ground Zero dan Perempuan penjaga Museum. Keduanya memiliki
pasangan yang berakhir kehidupannya di dalam gedung WTC yang runtuh. Juga
Phillipus Brown sang dermawan. Semuanya serba ‘wah’ menjalin dalam sebuah
novel. Endingnya juga sangat keren dan tak mengecewakan. Seru pokoknya mah. So
awesome ceritanya. Mengharu biru pada akhirnya. Kuberitahu kau, apa jadinya
dunia tanpa Islam?
Do you think the would be better
without Islam?
Pertanyaan ini yang membuat Hanum akhirnya terdampar dan tercekik kerusuhan di
New York. Kerusuhan atas demo pembangunan Masjid di arena Ground Zero. Pada
hari yang sama, peringatan 9/11; Black Tuesday yang menewaskan banyak korban.
Hiks!
Tak hanya berkisah tentang kelamnya
bulan September buku ini juga mengajariku menjadi seorang reporter. Bagaimana
Hanum memasuki kerusuhan, mencari dan menemukan narasumber. Wheuw! Kita harus
mencari kata-kata yang baik dan memikat agar sang narasumber mau diwawancarai. Tak
mudah ya, itulah mengapa kita harus terus dan selalu berusaha. Teknik dan tips
yang Hanum ajarkan dalam bukunya
membangkitkan semangatku untuk menjadi wartawan. Let me tell you, I wanna be
a journalist someday. Doakan!
Menjadi Agen Muslim Terbaik. Itu
motto yang selalu mereka gaungkan. Ah, membaca kisah di dalam novel ini
membuatku kembali tersadar, aku harus menjadi agen muslim yang baiknya juga.
Me-make up citra Islam yang sempat menjadi buruk.
Kau tahu, penemu Amerika bukan
Colombus. Tapi Melungeon. Suku yang boleh jadi mereka Islam. Hanum dan
Rangga menjelaskan secar rinci di dalam bukunya. Mau tahu? Baca saja bukunya
.:ketawa jahat:.
*pokoknya menghibur, deh. Bikin hati tentram (y)
Bahasa Madura.
*pokoknya menghibur, deh. Bikin hati tentram (y)
Bahasa Madura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar