Minggu, 21 Januari 2018

Segarnya Kebun Teh Ciwidey Bandung

Segarnya Kebun Teh Ciwidey Bandung

Selepas dari Curug Tilu, kami melanjutkan perjalanan ke Kebun Teh Ciwidey. Perkebunan yang terhampar di kanan-kiri jalan. Yang sebenarnya sudah kami lewati sebelum bertemu --kesasar mencari-- Curug Tilu.

Untuk wisata yang satu ini Mbak Yuli yang paling excited. Pengen banget main di kebun teh. Dan perkebunan teh di Ciwidey ini kenyihir kami dengan hijaunya pucuk daun yang belum dipetik. Indah dan menyejukkan mata. Dijamin deh kalau punya miopia dan dilatih senam pagi setiap hari di kesejukan Kebun Teh Ciwidey bisa sembuh dalam waktu sebulan-dua bulan.

Masya Allah segarnya! Bikin aku tambah jatuh cinta dengan warna hijau. Hijau pupus pucuk daun teh.

Sejauh mata memandang hamparan hijau daun teh begitu segar memanjakan mata.

"Eh, angle dari sini bagus tuh!"

Berlompatan kegirangan kami menyiangi pohon-pohon teh yang tinggi minimalnya separuh badan. Dan sebagian membuat tubuh kita tenggelam di kehijauan.

Properti andalanku di sini buku karena yaa, rasanya nggak enak kalau nggak ada buku di dalam tas. Di sana buku di tak absen berada di dalam tas.

Perkebunan yang kami datangi ini bukanlah milik pribadi atau perseorangan melainkan milik pemerintah.

"Pak boleh metik teh-nya nggak?" Salah seorang partner travellerku bertanya pada ibu penjual berry yang menjajakan di depan kami.

Segarnya Ciwidey membuat kami tertarik untuk ikut mencicipi buat buah beri; arbei dan stoberi. Then it is! Pertanyaan temanku yang pengen banget metikin kenangan. Eh maksudnya daun teh yang menghijau.

"Ya nggak papa, Dek asal nggak banyak-banyak," kata Pak pentol yang berada di pinggir jalan kebun.

Kami? Ketawa aja! Haha.

Asyiknya perkebun teh di Ciwidey ini kita nggak usah bayar untuk masuk ke lokasi. Langsung cus aja. Berhentinya pun boleh sesuka hati. Asal tetap di pinggir jalan. Kalo keukeuh mau parkir di tengah jalan, nggak papa sih, monggo, tapi siap-siap menghadapi keributan, hoho.

Sejauh mata memandang, hijau-hijau-hijau! Bikin mata adeum dan betah berlama-lama di sana. Tapi kabut datang menyerbu kami. Semakin menebal senti demi senti. Membuat pandagan kami jadi terbatas.

Maunya bisa memotret sampai ratusan foto lebih, tapi keadaan meminta kami untuk segera beranjak pulang.

Kabut Tebal Ciwidey

"Dek, ayo cepetan! Kabutnya makin tebel nih!" Itu suara Mbak Yuli dari atas jalan raya. Sudah siap menghidupkan mesin sepeda motor.

"Bentar, Mbak satu foto lagi yaa.."

"Kalo nggak cepetan, tak tinggal lho ya,"


Hayuk makanya buruan!

Padahal masih siang. Dzuhur. Tapi kabutnya sudah tebal sangat. Ya sudah hayuk pulang. Semoga kapan-kapan bisa main lagi.

Good bye, Ciwidey!

Sabtu, 06 Januari 2018

Mengharu Biru di Curug Tilu Ciwidey

Mengharu Biru di Curug Tilu Ciwidey
Motoran bareng Kakak Gugel Mep
Mengelilingi Bandung tanpa guide, mustahilkah? Bisa lho! Guide asisstant kami si Kakak Gugel Mep. Berempat; aku, Mbak Yul, Mbak Dil dan Dek Ril motoran ke daerah Ciwidey.


Tujuan utama kami, Curug Tilu yang sudah direkomendasikan oleh Yasmin. Sayangnya Teh Li dan Yasmin nggak bisa ikutan trip kami kali ini. Lain kali, kita bareng-bareng lagi, okay?

Berbekal basmalah, kuota melimpah dan baterai terisi penuh akhwat traveller cus menuju Ciwidey dari Soreang, Bandung.

Karena kemaren sore sudah pernah melewati jalannya kita gampang tinggal ikut-ikut alur sambil mengingat-ngingat. Aku yang dibonceng, siap siaga dengan si Kakak Gugel Mep.

Sempet nyasar masuk gang. Dan si Kakak Mep membalikkan lagi ke jalan yang benar.

"Barat mana barat? Utara, utara?"

Haha. Pas memasuki keramaian pasar. Kami dibuat linglung.

Untung daerah wisata Ciwidey aksesnya gampang. Tinggal lurus aja dari Soreang (seingetku). Cuma memang jalannya lurus menanjak nanjak dan berkelok-kelok dan makin berada di ketinggian nan dingin.

Masya Allah seger! Anginnya menyapa kulit. Dingin tapi seru.

Mana Curug Tilunya?
Sempet kesasar sebentar di pasar tanjakan deket Ciwidey dan waktu deket-deket lokasi. Karena kita guide-nya pakai Kak Gugel dan ternyata lokasinya tak terlihat. Padahal karena dari awal kami nggak menemukan jalan yang bercabang jadi berhenti dulu.

"Insya Allah gampang lah. Tinggal lurus-lurus doang."

Waktu mendekati zuhur. Kami mampir di musala di kawasan Ciwidey. Kawasan Polsek daerah setempat.

Kenyataannya itu Curug Tilunya belum juga ketemu ><

Kami jalannya sudah dipelanin sambil celingak-celinguk kanan dan kiri. Kata si Kak Gumep (Gugel Mep) tinggal lima meter lagi tapi lokasi tidak menampakkan diri. Akhirnya ada sekitar tiga kali kami bertanya pada penduduk. Sebagian malah tidak tahu.

Lokasi Curug Tilu memang agak menjorok ke dalam. Nggak pas, deket jalan raya. Oh.. pantes. Tapi gerbangnya kelihatan walaupun kecil, kalau kita teliti.

Soalnya di Ciwidey banyak pilihan wisata. Karena ini memang lokasi piknik. Dari Kawah Putih sampai pemandian air panas ada! Banyak dah.

Nah, yang penting itu dia Curug Tilu kita!



Ayo kita masuk!
Dibantu Bocah
Setelah membayar tiket masuk seharga Rp 10.000 per orang dan parkir Rp 5.000 kami pun masuk lokasi.

Eh?

Agak heran awalnya. Ini air terjunnya? Kecil. Hanya beberapa meter.

Tapi kalau dibanding Air Terjun Toro'an di Sampang dan di Air Terjun di Durbuk nggak tahu tinggi mana. Alhamdulillah..

Menurut kami air terjunnya buatan bukan alami. Soalnya air yang mengalir tak sampai jauh. Dan penataan batu-nya yang ummm...

Sudah lupakan! Kami bertemu dingin dan udara yang sejuk sudah Alhamdulillah.


Memandangi Kenangan
Ketua rombongan kami tetiba naik batu-batu besar di antara air terjunnya. Temen-temen yang lain juga ikutan. Aku awalnya mau nimbrung tapi setelah beberapa langkah melewati batu-batu akunya ciut. Oi, ini ternyata air terjunnya lumayan juga ketinggiannya.

Alhasil aku terhenti di tengah jalan. Duh, gimana kalau jatuh. Ngerasa kerdi rasanya. Duile, mana jiwa petualangmu?
Dua anak esde naik dengan lincah melewati bebatuan, mendekati kami. 

"Dek, nggak takut lewat situ?" Aku bertanya tipsnya gimana setelah ditolong mereka. Iya, akhirnya aku dibantuin dua barbie asli Ciwidey.

"Sudah biasa, Mbak. Tiap hari juga lewat situ."

Glek. Aku kalah sama anak esde.

Nyobain Wahana
Setelah naik melewati air terjun ada wahan yang bisa kita coba. Nggak tahu tepatnya apa. Cuma si dua anak perempuan tadi juga naik-naik. Padahal tinggi. Aku juga ikut naik. Meski sempat dikerjain sama mereka berdua. Talinya digoyang-goyang. Duh akunya deg-degan sambil ketawa.

Panen Stoberi
Di sebelah wahana ada danau yang bisa kita pancing lho tapi nggak berminat. Selain karena males nungguin lama juga nggak pas di kantong. Puluhan rebu gitu. Bisa beli cilok berbungkus-bungkus, haha.

Jadi kami lebih milih pergi ke kebun stroberi di sebelahnya lagi.

Dari wahana, kita turun. Melewati danau dan menolak penawaran pengelola Curug Tilu untuk mampir mancing dan makan siang di sana. Kita cari yang seger-seger aja deh. Stroberi!

Petik, jangan?
Yippie! Ketua rombongan kami gembira sangat. Perjalanan ini memang masuk wish-list-nya beliau. Soalnya petualngan di Ciwidey seru-seru.

Masuk kebun ditemani bapak pengelola Curug Tilu. Petik sini. Petik sana. Merasakan manis asamnya bercampur suasana yang bertambah dingin, kabut mulai turun..

Kisah Dua Sahabat
Dua anak perempuan tadi adalah sepasang sahabat yang sering menghabiskan waktu selepas sekolah dengan bermain bersama.

Ini dia yang membuatku haru. Sewaktu mereka membantu tadi. Aku ajak mereka naik beberapa wahana sambil berkenalan dan bercerita. Sayangnya aku lupa nama mereka. Ini gegara nggak langsung ditulis ><

Ada satu si eneng yang wajahnya keliatan sendu.

"Dek, di rumah tinggal sama siapa aja?" tanyaku basa-basi. Ia sebutkan nama-nama anggota keluarganya. Dan aku mendengarnya dengan ganjil di pikiran.

Apa aku salah dengar?

Mungkin. Kayaknya.

Kami bermain tali-tali yang memangjang di langit-langi Ciwidey. Kutanyakan lagi pertanyaan serupa di sela-sela permainan. Jawabannya pun sama.

Ada kakek, ayah dan lainnya tapi tidak ada ibu.

"Ibu pergi dari rumah nggak balik-balik, Teh."

Ya Allah. Anak sekecil itu. Seberani itu. Harus mengalami pengalaman yang menyakitkan. Bagaimana psikisnya?

Namun yang ada di hadapan ia terlihat tegar. Asyik seseruan bertualang bersama rekan sepermainannya di sekitar rumah yang dingin.


Putih suci dalam fitrahnya
Mari Lanjutkan Perjalanan
Sejatinya kita tak boleh menyerah atau kabur atas peliknya masalah. Karena di dalamnya, ia berikan kita hikmah. Tarbiyah kehidupan. Allah hendak berikan kita pelajaran untuk kuat dan bertahan dalam permainan dunia yang sementara. Akankah reaksi-tingkah laku-perbuatan kita jadi amal? Bekal untuk kehidupan yang kekal.

Kami pulang meninggalkan kebun stoberi dan kisah dua orang sahabat. Perjalanan masih panjang. Ada sekian hikmah yang harus kita ambil. 

Melewati danau, dan menuruni bebatuan air terjun kami pulang. Aku menemukan pohon mawar besar di dekat pintu keluar. Mirip pohon sakura jadinya karena batangnya bongsor dan bunga-nya banyak.

Ya Allah kelindan kehidupan sedang menanti. Entah itu baik atau buruk, semoga semuanya membawa kita semakin dekat dengan-Mu.

Masih bukan bunga sakura.