Jumat, 09 November 2018

Mati

Tentang hati, tentang mati.
Tentang istiqamah yang harus dinyalakan berkali-kali.

---

Suasana riuh. Nasyid menjadi latar yang memenuhi ruangan. Satu-persatu tamu maju ke pelaminan untuk diabadikan sebagai sebuah kenangan.

Seorang teman mendekat kepadaku. Memilih tidak bergabung dengan keramaian.

"Mbak, bagaimana caranya agar bisa istiqamah?" sebuah pertanyaan yang sulit. Karena kita tahu, iman seringkali terbolak-balik.

Itulah mengapa Ummu Salamah memberi tahu bahwa do'a yang sering dibaca Rasulullah shallaahu wa 'alaihi wa sallam ketika sujud adalah,

Ya muqallibal quluub. Tsabbit qalbii 'ala diinik.

Aku meletakkan hidangan berusaha untuk fokus memberikan jawaban.

Padahal Rasulullah saja yang sudah jelas terjaga. Ada malaikat Jibril yang senantiasa membersamai masih meminta dalam sujud panjangnya.

Then me. Who am I? I am just a dirty dust girl.

Pun dengan ribuan basuhan air hujan. Mungkin tak dapat luntur debu-debu dosa pada diri

Yet, bukankah adalah kewajiban kita ketika ada saudara yang meminta nasihat sudah selayaknya kita memberi?

Baiklah.

Alunan nasyid sudah berganti. Teman-teman sejawat masih mengantri menuju pelaminan. Sedangkan ia menarik kursi. Mencoba mendengarkan.

---

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah,” kemudian mereka tetap istiqomah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak pula bersedih hati.

[QS. Al-Ahqaf: 13]

Ibnu Katsir tidak menjelaskan secara rinci dalam kitab tafsir. Beliau hanya memberi pesan bahwasanya orang-orang yang beriman; yang mengakui bahwa Allah adalah satu-satu Tuhan yang harus disembahnya, tidak pantas baginya untuk bersedih hati. Tidak untuk masa lalu. Tidak pula untuk masa depan.

Tapi syarat selanjutnya adalah istiqamah.

How can it be?

---

Ajal,
Begitu cepat ia menjemput
Sedang amal belumlah cukup

Hari,
Adalah dentingan waktu
Menunggu mati

Haiku di atas aku tulis Jum'at, 19 Oktober 2018. Ketika Pak Wi meninggal. Tiba-tiba.

Beliau tidak punya penyakit. Biasanya kulihat duduk di depan Griya. Memperhatikan anak-anak pulang-pergi. Memperbaiki perkakas yang rusak serta menjaga dan membantu kebutuhan Griya.

Istrinya bercerita. Beliau waktu itu pulang ke rumah. Duduk-duduk. Lalu tak lama kemudian meninggal.

Teringat pula nenekku yang juga tak punya penyakit. Sedang asyik menggendong cucu, kemudian tetiba malaikat Izrail datang.

---

Ajal,
Begitu cepat ia menjemput
Sedang amal belumlah cukup

Hari,
Adalah dentingan waktu
Menunggu mati

Gempa di Lombok, Tsunami di Palu.
Musibah di darat, laut dan udara yang menelan nyawa manusia.

Bukankah semua adalah kehendak Allah? Peristiwa yang diingini-Nya.

Fa ana tadzhabuun?

Mau ke mana kita pergi? Tempat mana yang dapat kita jadikan lokasi tuk bersembunyi?

Daun yang gugur tertiup angin. Semut di bawah tanah. Burung-burung di balik pepohonan. Bahkan ikan yang berenang di kedalaman laut.

Tak ada yang luput dari penglihatan Allah.

---

"Tahu nggak apa yang ada di pikiranku?" Hening tak ada jawaban. Mungkin dia menggeleng. "Ya Allah bisa nggak yaa, aku masuk surga." Bening menghangat. Tanpa permisi menuruni pipi.

"Aku juga sering berpikir gitu. Banyak dosa dan belum ada bekal ke sana. Ya Allah..."

Dalam do'a kami berpelukan. Saling menguatkan dalam diam.

---

Kami tak tahu kapan kami memiliki pesta, pernikahan kami sendiri namun mati adalah hal yang harus dipersiapkan.

Sejak semula Allah telah menetapkan. Jodoh, rezeki, mati.  Namun banyak orang sibuk mencari dengan siapa ia akan dipasangkan. Sibuk mencari apa yang nanti akan dimakan. Sedang mati telah suri terlupakan untuk disiapkan.

Bukankan dalam Adz-Dzariyat ayat 56 Allah telah menerangkan. Musabab kita diciptakan; agar tunduk patuh kita beribadah kepada-Nya.

Beribadah. Berharap rida Allah. Adalah hal krusial yang harus diprioritaskan.

Karena dunia ini adalah permainan. Tempat kita menabung amal. Persinggahan sebelum  tiba kematian, yang bisa kapan saja datang.


Nasyid sudah lama tak terdengar.

---
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

Wahai jiwa yang tenang!
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.

[QS. Al-Fajr: 28].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar