Rabu, 19 Desember 2018

Cheetah Palestina

Setelah bersiap dengan kuda-kuda, ia berlari melesat jauh. Di jalan yang sepi. Di bawah rimbun pohon jati.

Seperti boomerang, beberapa menit kemudian si pelari kembali dengan kecepatan yang melambat.

"Lho, sudah balik, Dek?"

"Iya di sana banyak orang," sahutnya terengah-engah.

Lebih dari 10 meter dari tempat kami berdiri terlihat gerombolan memblokade jalan. Mungkin sedang lari pagi juga.

"Oke berarti larinya sampai ujung jalan situ."

Oke. Si pelari memulai posisi kuda-kuda lagi.

~

Malamnya aku mendapat jatah tulisan dengan tema binatang. Fix. Tak gambaran sama sekali dalam pikiranku. Temanya terlalu unik.


Sebelum jam beralih ke pukul sembilan aku menaiki tangga ranjang susun. Mendekati si pelari cepat yang bersiap tidur.

Kubilang mau wawancara. Dia mengerjap. Membuka matanya sedikit. Persis Nussa yang setengah mengantuk membimbing Rara berdo'a.

Pertanyaan pertama tentang hewan favoritnya.

"Cheetah!" jawabnya cepat.

"Kenapa?"

"Soalnya larinya cepat." Tangkas dia merespon.

"Oh, berarti waktu latian tadi pagi pengen lari cepat seperti  cheetah?" Dia mengangguk lalu menguap yang cepat ditutupinya dengan guling. Soalnya itu teh pintu masuknya setan.

"Dari mana tahu cheetah?" Aku masih stand by wawancara.

"Dari film Tupi Pingping."

Ia kemudian menceritakan kisah cheetah yang berlari kencang menuju gerombolan rusa yang akan menjadi santapannya.

"Kalo jadi cheetah Adek mau ngapain?" Ditanya begitu si pelari diam sejenak. Oke sepertinya aku harus meralat pertanyaan untuk anak SD.

"Kalo Adek punya kemampuan seperti cheetah. Bisa lari cepat. Adek mau lari ke mana?"

"Lari menuju pintu," katanya.

"Pintu apa?"

"Pintu akhirat!" Lagi-lagi dia menjawab dengan tangkas.

Masya Allah.

"Tapi larinya harus ada rusanya. Biar terpacu mengejar akhirat. Terus kalo jadi cheetah, enak! Ikut lomba lari. Balapan. Dan menang."

"Memang pernah lihat lomba lari?"

"Pernah."

"Di mana?"

"Di SGO, Bugih. Lapangannya luas. Lari keliling lapangan sejauh 400 meter."

"Siapa yang ikut lomba?"

"Ada. Temen-temen. Namanya Dwi. Dwi itu perempuan, Mbak," jelasnya menegaskan dan menyebut tiga orang lainnya. Satu laki-laki dan dua orang perempuan. Teman kelasnya.

"Yang menang lomba jarak 80 meter, Mbak."

"Lho yang lari 400 meter?"

"Yang 400 meter tak nyongngo'." Dia keburu pulang karena hari sudah siang katanya.

"Ada temen yang pingsan, Mbak. Kalengnger. Capek mungkin. Ada juga yang disiram air dingin ke mukanya."

"Mungkin itu kurang kuda-kuda, Dek. Belum sarapan kali. Eh, besok mau lari pagi atau nggak?"

"Nggak tahu," respon dengan mendidikkan bahu. Dia sudah lemes dan mengantuk.

Beberapa menit kemudian dia sudah berpindah alam. Tertidur.

~

Keesokan harinya ia menagih. Ketika hari sudah agak siangan.

"Mbak tadi kok nggak lari pagi lagi?"

"Eh iya, Insya Allah besok ya. Semoga nggak lupa."

~

Demi kuda perang yang berlari kencang terengah-engah, dan kuda yang memercikkan bunga api dan kuda yang menyerang dengan tiba-tiba pada waktu pagi, sehingga menerbangkan debu, lalu menyerbu ke tengah-tengah kumpulan musuh..

[Surat Al 'Adiyat: 1-5].


Ali RA, menafsirkan bahwa yang dimaksudkan adalah unta. Karena di waktu perang Badar tidak ada kuda.
Hmm, cheetah kan juga bisa berlari kencang. Mungkin si pelari cepat bisa membebaskan Palestina dengan berlari kencang seperti cheetah. Dengan latian rutin pagi-pagi.

Cita-citanya sedari umur tiga tahun adalah pembuat robot. Robot yang bisa bertempur dengan anak-anak Palestina melawan tentara Israel yang pasti kalah dengan izin Allah.

Masya Allah. Semoga Allah ijabah.

Yuk lari pagi! Latihan jadi Cheetah Palestina!

Cheetah Palestina

Senin, 17 Desember 2018

MAKAN

Kenapa manusia harus makan? Inilah pertanyaan yang selalu terngiang di kepalaku.

Aktifitas makan menurutku seringkali mengganggu.

Bayangkan saja kita asyik menulis. Khusyuk masygul mendesain. Atau sedang dalam kegiatan yang membutuhkan konsenterasi penuh dan tiba-tiba lapar datang mengacaukan suasana.

I mean she was the trouble maker :D

Eating takes time. Kita harus bangkit ambil makan. Meninggalkan proyek yang melambai-lambai
Belum lagi mengunyahnya. Duh lama. Idealnya itu dikunyah hingga 33 kali.

Kenapa tidak cukup saja satu suap agar kita bisa kembali fokus.

Apalagi kalau makan masakan Ummu. Satu centong mana cukup wkwkwk.

Ya kan Rasulullah saja makan kurma tiga buah itu sudah. Bahkan Rasulullah seringkali tak makan. Di perutnya terganjal batu-batu untuk menahan rasa lapar.

Aku makan tiga buah kurma, perut kok masih keroncongan yah.

Iyalah, apalagi kalau kamunya sedari pagi nggak makan. Ya nggak cukup.

Kalau kita mah males makan bukan karena tak ada makanan, tapi keburu tanggung proyek yang sedang dikerjakan.

Iyaaa aku sii.

Berbeda di zaman Rasulullah. Beliau menahan lapar karena memang tidak ada kesediaan makanan.

Nah kita (aku) makanan banyak dibuang-buang.

Maafkan aku yaa foodies.

Da atuh, kumaha geuningan..

Aku setuju dengan Vincent. Karakter rekaan-nya Bunda Asma Nadia di serial Aisyah Putri. Dia lebih suka ber-Ramadhan ria tiap bulan.

Hihi, jadi inget kata si Eceu.

"Kamu mah mau puasa tiap hari juga pasti kuat. Lha wong sehari-harinya jarang makan."

Hiks.

Aku pernah mendengar bahwa para astraunat luar angkasa itu tidak pernah makan. Hanya dengan menelan satu kapsul saja sudah kuat bertahan.

Nah, aku mau tuh yang kayak gitu. Tinggal hap. Sudah kenyang. Bisa langsung be right back ke proyek lagi tanpa harus bermenit-menit nge-date sama makanan.

Faktanya kita tidak memiliki kapsul tersebut. Jadi we have to eat. Hihi.

Karena perut hak punya untuk makan. Karena kita butuh energi untuk bergerak.

Sabda Rasulullah, makanlah sekadar menegakkan tulang punggung.

Gian nanti proyeknya tambah keteter tho kalau kita nggak makan, in case nggak makan bisa bikin sakit. Tul nggak?

*berdiskusi tentang hal ini ternyata banyak sependapat denganku, hihi.