Selasa, 17 Juni 2014

MENCUCI BAJU: SEBUAH PERSEPSI

Seberapa sering kalian mencuci baju dalam seminggu? Setiap hari, 2 kali atau mungkin seminggu sekali? It’s depend on your activity maybe ya..

Kalau aku sendiri lebih suka mencuci tiap kali mengganti baju. Terus sukanya nyuci pas sekalian mandi. Satu baju ganti ya pas mandi sekalian dicuci. Biar nggak numpuk-numpuk. Lagian kalau ditumpuk bikin bau juga. Langsung dicuci nggak pake laundry. Nggak heran kalo temen-temen bilang aku paling rajin nyuci. Hoho..

Beda lagi sama pendapatnya teman satu kosku. Dia lebih suka nyuci sekalian banyak. Irit sabun katanya. Kalo nyucinya satu-satu gitu bikin boros. Every people has their own mind. Beda kepala beda isi. Dan tentu saja beda presepsi. Hmm, terserahlah yang penting nyuci, okay? Tapi kalau mau menumpuk jangan sampai menggunung ya :D

KEHILANGAN INSPIRASI

Kehilangan inspirasi. Seringkali penulis mengalami hal ini. “Blank”  atau kosong. Serasa tak ada satupun topik atau ide yang dapat ditulis. Akhirnya mereka meninggalkan laptopnya menyala, bolpen tergeletak di atas meja begitu saja, atau bahkan mengalihkan pekerjaan menulisnya itu dan melupakannya sama sekali beberapa jam hingga beberapa hari ke depan.

Sampai deadline tiba, penulis pun kelabakan. Mencari paksa ide sana-sini. Mencomotnya dari berbagai tempat dan cara. Lalu datanglah bala bantuan yang bernama “The Power of Kepepet”. Hingga jadilah sebuah tulisan yang menurutnya ‘cukup’ bagus. Semua tugas, selesai. Seketika.

Hal itu tidak sepenuhnya benar. Sebenarnya hal yang sama bisa dilakukan pada hari yang sama. Ketika ia baru saja mendapatkan tugas. Penulis hanya perlu memfokuskan diri. Melibatkan semua hal yang menyangkut paut dan sesuai dengan tugas. Misalnya penulis sedang menggarap proyek cerpen, maka ia semestinya membaca cerpen, novel atau berbagai macam cerita fiksi lainnya. Berselancar di Internet, membaca karya-karya penulis lain. Dan itu sangat membantu. Cobalah ;) 

KRITERIA JODOH MENURUT ANAK SMP

Suka deh liat Alyssa pake jilbab ;)

Pernah mendengar hadits tentang syarat menikahi seorang gadis? Ada Empat! Ayo sebutkan. Yang pertama, dia cantik. Dia kaya. Dia dari keturunan ningrat (Ups! Ketuturunannya bagus maksudnya) lalu agamanya baik. Yang terakhir kata Rasul yang paling baik. Tentu semua sepakat.

"Perempuan itu dinikahi karena empat faktor, yaitu: agama, martabat, harta, dan kecantikannya. Pilihlah perempuan yang baik agamanya. Jika tidak, niscaya engkau akan menjadi orang yang merugi."
(Bukhari dan Muslim)

Satu kelas anak SMP juga sepakat akan itu. Lebih tepatnya teman-teman satu SMP-ku. SMP Tahfidz Al-Amien Prenduan. Agama yang paling baik. Dan kita menomorsatukan hal tersebut. Lalu kita memiliki kriteria lainnya tentang seorang suami? Suami? Bukan pacar? Hush! Kita anak SMP sudah sepakat. Pacarn itu nggak boleh. Nggak baik. Maka kita pun berpikir tentang kriteia suami kita kelak.

Aku dan teman sekelas waktu SMP sepakat, syarat pertama pasangan kita nantinya yang oertama harus hafidz. Ya, kamilul qur’an. Hafal seluruh juz Al-qur’an. Tentang hal itu semuanya sepakat. Mengangguk setuju.

Dari Kimia, Matematika lalu Fisika, Aku dan kedua orang teman yang sedang suntuk belajar untuk persiapan UN SMP berbincang. Dari Kimia, Matematika lalu Fisika, kau ingin jodohmu ahli dalam bidang apa. Kedua orang temanku yang saat iNi sama-sama menempuh pendidika kuliah di Jogja menjawab. Aku ingin suamiku ahli dalam Fisika. Aku Kimia. Dan aku Matematika. Lalu kompak kami tertawa. Jika diperbolehkan sama Allah.

Mengapa tak ada Biologi? Mengapa Kimia? Hmm, Biologi. Guru Biologi kita waktu itu adalah seorang mengasikkan. Keren cara ngajarnya. Jadi kita pikir kita udah ahli Biologi (iyakah? :DI Wah meragukan nih kyaknya) Dan sebelum itu kita sedang membicarakan, Guru Kimia kita pas Kelas X SMA nanti. Denger-denger beliau seorang yang supel.

Jadi sitilahnya saling melengkapi. Kita yang lagi suka Biologi menginginkan seseorang dengan keahlian lain yang akan diajarkan. Ehem!


Itu jaman kita SMP, gimana dengan sekarang yang sudah pada duduk di bangku perkuliahan? Hmm...adda deh :D

Jumat, 06 Juni 2014

UDAH PUTUSIN AJA!


Cerita di Ruang Skripsi
Menunggu sholat Dhuhur, aku mampir di ruang skripsi. Kebetulan memang satu lantai dengan musholla. Setelah memegang satu bundel skripsi aku menuju tempat baca. Ada beberapa teman kelas di sana. Salah seorang mendekat.
“Kamu punya pacar ya?” tanya seorang teman tiba-tiba dengan mata berkedap-kedip. Aku menggeleng sambil. Namun ia pun menjejar dengan pertanyaan lainnya. Tak percaya.

“Ih, kamu punya cowok ya?”

“Masa’ sih kamu nggak pernah ngerasain pacaran.”

“Ngaku deh, kamu lagi deket sama seseorang kan.” Hoho, aku tertawa dalam hati. Ini anak maksa ya. Sudah kubilang tidak. Akhirnya dia pun nyerah.

“Eh, aku sebenarnya sudah nggak pengen pacaran lagi. Tapi gimana ya sudah ketagihan. Susah yang mau mutusin. Udah tiga tahun lagi. Enak ya, kayak kamu,” akunya kemudian. Ups, ketahuan deh maksudnya.

“Udah putusin ajah!” nah itu saran yang bagus ^_^

Review Buku
Obrolan siang itu mengingatkan akan kewajiban me-review buku. Hitung-hitung melatih seberapa besar aku menyerap sebuah ilmu. Lalu menuangkannya dalam tulisan baru. Udah Putisin Aja! Buku karya Felix Y. Siauw. Sudah hampir setahun punya buku ini. Membacanya berulang-ulang tak pernah membuat aku bosan. Ada banyak peminjam yang sudah datang bergantian. Bukunya tak hanya laku di pasaran juga di tanganku laku dipinjami orang :D

Udah putusin aja! Sebuah provokasi yang menyuruh semua orang yang pacaran untuk saling memutuskan pacarnya. Tanpa ba-bi-bu. Tanpa alasan ini dan itu. Udah putusin aja, ngapain pacaran nggak gunanya kok. Ada nih sebuah kutipan tentang seorang lelaki yang tak mau putus pacaran.

“Lo liat deh, gue bakal uring-uringan belajar, gue nggak mau makan kalo lo nggak jadi pacar gue.”

“Kalo lo putusin gue, nggak ada gunanya lagi gue hidup, gue nggak tahu deh besok lo masih liat gue napas ato nggak.”

Idih, lemah bannget jadi laki. Begitu tuh yang namanya teror perasaan. Dikit-dikit ngancem. Lelaki yang sukanya begitu kata Ustadz Felix layaknya bayi yang harus disuapi. Bayangin deh nanti kalo sudah menikah. Bisa-bisa pintu rumah yang rusak diganti ancaman minum racun tikus. Boro-boro memperbaiki pintunya. Putus, putus, putus! Udah putusin aja! Lelaki begituan nagapain dipertahanin :p

Tidak Hanya tentang Pacaran
Buku ini tidak hanya menyuruh kawula muda putus pacaran, ada banyak movitasi yang didapat di sana. Bagaimana Islam memandang sebuah cinta, cara mengelola, dan bagaiamana cara menjaganya. 

Ta’aruf adalah salah satu cara jika tak ingin pacaran. Dan ta’aruf tidak sama dengan pacaran. Solusi agar terhindar dari pacaran adalah ta’aruf lalu menikah. Bila belum siap menikah maka persiapkan diri. Memperbaiki diri ke arah yang lebih baik. Termasuk bagi yang belum menutup aurat dengan sempurna. Dan bila sudah merasa siap, menikahlah.

Semua terangkum sempurna dalam buku ini. Nggak nyesel deh baca ataupun beli buku ini. Apalagi isinya full-color. Memang agak mahal belinya. Tapi, aseli bagus banget!

AKU DAN BELA


Aku sedang duduk bersama adikku. Namanya Bela. Lengkapnya, Jihan Salsabila. Dia duduk di bangku sekolah kelas dua. Sekarang Bela sedang nyengir. Memperlihatkan gigi-giginya yang belum hampir sempurna tumbuh.
Bela senang sekali menggambar. Membuat bermacam-macam gambar dan mewarnainya sesuka hati. Dia sangat suka warna merah muda. Terkadang Bela membeli keperluan-keperluan pribadinya yang hanya berwarna pink alias merah muda. Tapi tidak semua barang sih :D
Hari ini dia libur sekolah sore. Madrasah Diniyah Nurud Dhalam, tempat dia bersekolah. Maklum hari Jum’at. Jadi dia duduk saja. Bersantai menikmati hari libur. Dia berminat belajar menulis di depan komputer.
Dia sedang menyelesaikan sebuah cerita. Cerita saat kita berjalan-jalan ke jantung kota. Arek Lancor. Kau tahu Arek Lancor? Itu sebuah tugu di jantung kota. Di alun-alun kabupaten Pamekasan. Kami sekeluarga pernah berjalan-jalan ke sana. Berlibur dan bermain bersama  di hari Minggu.


Oke, begitu saja dulu. Bela ingin menuliskan ceritanya. Jadi kita harus bergantian menggunakan komputernya. Dia ingin menyalin cerita yang sudah ia tulis di bukunya. So, I’ll replace. See you then on next article. Bye..

NyaDa, 30 Mei