Kamis, 14 Desember 2017

Cinta dan Kelindan Aksara

Allah menciptakan kita dengan cinta.
Sebentar. Biarkan aku menulis segala kekata yang berkelindan di kepala. Engkau yang terjebak di sini, datang kemari dan membaca tulisanku, mungkin ini nampaknya tidak terlalu penting. Jadi tak mengapa jika kau tak membacanya sampai akhir.

Entahlah. Kurasa pintalan kusut sedang menari-nari dan membuat keadaan semrawut. Tentu saja tidak semua. Hanya sebagian kecil. Karena apalah dunia ini kan ya. Cuma sementara.

Lalu apa yang sebenarnya terjadi?

Baiklah ini seperti kereta api yang melesat pergi dengan kecepatan tinggi. Kuda yang berlari kencang. Gesekan batu purbakala. Kesemuanya memiliki percikan api pabila mereka bertemu satu sama lain. Tapi begitu adanya.

Roda kereta akan selalu berjalan di atas rel. Jika ia melenceng dari jalurnya, jatuhlah ia.

Kuda berpacu di atas tanah. Cepat atau pun dengan pelan.

Batu harus bergesek untuk menciptakan api kehidupan. Melanjutkan detik-detik yang bertalu bersama waktu.

Bagaimanalah mereka bisa menghindar jika takdir menghendaki demikian. Keduanya harus bertemu sesuai hukum alam.

Kehidupan di dalam kereta akan selesai, dalam artian mati atau kecelakaan jika ia berjalan tak seirama. Tak sesuai dengan jalurnya.

Kuda akan diam saja tak ke mana-mana. Tak menjelajahi dunia. Padahal ia luasnya luar bisa. Setiap incijengkal bumi dapat kita telusuri. Di tiap sudutnya Allah beri pelajaran-pelajaran. Hikmah agar kita menjadi orang yang bijaksana.

Pun batu. Api yang tercipta darinya membantu kita memasak. Melanjutkan kehidupan.

Sebagaimanapun kita menghindar, percikan api kan selalu ada. Maksudku ia memang tercipta sesuai hukum alam. Itu alami dan natural.

Begitulah. Kita sebagai insan, kalau mau berfilosofis laiknya Plato yang mengatakan bahwa ia seorang makhluk yang tak bisa hidup sendirian. Harus ada interaksi-interaksi antar sesama agar kehidupan terus berlanjut. 

Kita memerlukan pelajaran dari orang lain. Kita memerluan bantuan orang lain. Kita memerluka kasih sayang orang lain.

Hukumnya memang begitu. Tak terelakkan. Tak bisa menghindar ke manapun kita pergi.

Tapi ingatlah, kala percikan api menghampiri. Ada Allah yang selalu siap menampung segala resah hati.

Wahai hati yang sedang retak, menyatulah. Bersatu dengan ikhlas. Tanpa prasangka. Biar Allah yang membantu segalanya.

Cinta semoga ia tumbuh di sana. Jauh ke dalam bumi. Jauh ke dalam hati. Dengan beningnya prasangka yang menjadikan segalanya menjadi baik. Benih-benih tumbuh. Menumbuhkan agar yang kokoh. Daun-daun hijau. Serta bebungaan yang indah, sedap dipandang.

***

Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang di antara kamu dengan orang-orang yang pernah kamu musuhi di antara mereka. Allah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
[QS. Al-Mumtahana: 7]


Jumat, 01 Desember 2017

Resep Sambal Lalapan Sunda ala Mamah Teh Insan

Resep Sambal Lalapan Sunda ala Mamah Teh Insan
Selama di Bandung kita dua kali main ke rumah Teh Insan. Selama itu pula suguhan ala Sunda selalu terasa. Sambal lalap yang paling menarik perhatian. Bikin nggak tega sih mau nambah terus, haha.

Dan itu sambel ter-enak menurutku. Bikinnya gimana sih?

Dari dulu rasa penasaranku belum juga terpuaskan. Jadi ketika mendapatkan sambel top-markotop itu langsung kupasang wajah antusias dengan mata bundar berbinar-binar tak mau melewatkan step by step-nya.

"Ya gitu weh bikinnya bawang, tomat, cabai," jelas si Mamah merendah. Ah, Ibu mah kitu da. Sebenarnya di rumah yang panggil Mamah cuma Hanin, adik bungsu Teh Insan. Kalau saudara-saudara yang lain panggilnya, 'Ibu'. Maklumlah 'Kids Zaman Now.' Terus aku-nya labil. Kadang panggil Mamah, kadang Ibu, hoho.

"Tapi pas abdi bikin, kadang suka kebanyakan bawang, Bu. Atau terlalu kecut kebanyakan tomat." Aku kekeuh minta resep. "Kumaha takarannya biar pas. Biar enak kayak bikinan Ibu..," gitulah kira-kira percakapan yang difasilitasi sama Teh Insan.

Akhirnya aku dibisikin deh resep rahasianya. Here we go!

Sssst, ini aku minta resepnya untuk porsi delapan orang. *ups ketahuan deh keluarga besar :D

***


Resep Sambal Lalapan Sunda ala Mamah Teh Insan



Bahan:
Cabai 20 biji.
Bawang merah 3 siung.
Bawang putih 1 siung.
Tomat 2 buah.
Gula merah 1 ons.
Petis Madura♡ 1 sdm menggelembung.
Minyak 3 sdm.
Terasi dikiiiit aja.
Garam secukupnya.


Cara bikinnya:
1. Cuci bersih tomat, bawang dan cabainya. Potong-potong minimal jadi dua bagian agar tidak meletup-meletup saat digoreng, seperti rasa cinta yang menari-nari, kata JKT 48.


2. Panaskan minyak. Setelah dirasa agak panas, goreng rombongan di step pertama. Oia, terasinya diikutkan juga. Jangan sampai ketinggalan. Nanti dia ngambek.

3. Setelah udara sudah mulai bikin bersin-bersin jangan dekati kompor. Nanti sambelnya terkontaminasi wkwkwkwk. That's why apinya jangan gede-gede. Soalnya dia suka bikin serang☆. Kecilin apinya. Yang sedang-sedang sajaaa, yang sedang-sedang saja.

4. Ulek gula merah dan garam sampai halus. Tuang rombongan dari wajan. Biarkan mereka nimbrung dan menyatu dengan alam. Eh, maksudnya biar ngariung di cobek. Hah?

5. Tambahkan petis Madura biar makin top-markotop. Karena masih musim kemarau (baca: panas hasil ulekan sebelumnya), jadi gampang ngulek petisnya.

6. Tes rasa. Kalau sudah cukup dan sesuai selera garam dan gulanya, berarti sudah saatnya dihidangkan. Taraaa, this is sambal lalapan ala Mamah Teh Insan sudah siap disantap!

***

Hasilnya mantap bener. Meski hanya dimakan berdua dengan nasi yang mengepul hangat. Dijamin berhasil bikin kita berhahuha kepedesan dan tambah nasi, Insya Allah! Alhamdulillah bi ni'mati tatimmus shaalihaat.

Alhamdulillah padahal uji coba pertama kali nih.

Rencang (teman/lauk) nasinya paling afdhal sama timun, kemangi dan tahutempe. Iya, kalau memang mau diniatkan 'nyunda,' rombongan sayur ini sunnah muakkad sampai wajib hukumnya; terong bulat, leunca, petai, timun dan kemangi.

Kalau ada ayam goreng dan dadar telur tentu saja akan disambut dengan hati senang walaupun tak punya uang, oi. Tapi mah seadanya weh. Sabar ya nunggu gajian. Karena meski sekarang tanggal satu, masih merah alias libur.
Sila dinikmati. Jangan lupa baca basmalah sebelum makan!

***

Kemaren kami sempet curiga pas kunjungan kedua ke rumah Teh Insan. Sambelnya makin enak. Kulihat Mamah senyum-senyum.

"Tahu nggak kenapa sambelnya enak? Ibu kasih petis Madura." Wah pantesss makin maknyus!

Alhamdulillah oleh-olehnya kepake, soalnya kami sudah dag-dig-dug takut nggak suka awalnya. Eh, Ibu ternyata jago ngolahnya. Two thumbs up for you, Mom!

Kalau nggak ada petis Madura-nya juga masih bisa dibikin sambel lalapan pakai bahan dan step di atas. Tetep enak! Sekian resep sambal lalapan Sunda ala Mamah Teh Insan. Selamat mencoba!

Note:
☆serang, bahasa Madura untuk udara yang bikin segak, hidung gatal, batuk, atau bersin-bersin biasanya diakibatkan oleh aroma masakan. Kalo Sunda-nya nyereng kata Teh Insan.

♡Kita pakainya petis Madura, tepatnya daerah Pamekasan, yang ada manis-manisnya gitu. Bukan petis Tanjung yang agak pahit atau petis Sumenep yang agak asin.


Jumat, 06 Oktober 2017

Seseruan di Rainbow Garden Bandung

Jika ingin mengetahui wajah Kota Kembang Bandung maka kunjungilah Rainbow Garden. Wahana wisata yang berada satu area dengan Floating Market. As I mentioned before, there are many sites you can enjoy here. Dan aku memilih masuk taman bunga ini.

Untuk masuk area Raibow Garden kita ditarik karcis Rp 10. 000 per orang. Huumb, meskipun masih satu lokasi dengan Floating Market, masuknya kudu bayar lagi. Dilarang langsung nyelonong. Karena nggak sopan. Soalnya ada yang jaga di depannya.

"Terus gue selama ini dianggap apa?" *mode FTV lebay :D

Kalau nanti beneran dibilang gitu sama penjaga karcisnya, aku nggak mau tanggungjawab ya. Soalnya kan dah dikasih tau; kudu bayar ceban :D

Kenapa memilih Rainbow Garden dibanding wahana lainnya di Floating Market? Padahal ada juga area Kota Mini, rumah kelinci, Museum Kereta api dll.


Kenapa yaa. Karena aku suka bunga. Dan diajakin Mbak Yul juga. Dari jauh warna-warnanya sudah kelihatan. Melambai-lambai minta di datengi. 

"Sini dong, sini," panggil mereka pake TOA.

Hihi.

"Lho di Kebun Begonia kan sudah bunga-bunga?"

Iya! Tapi ini The Real Paris van Java. Perwujudan Kota Kembang sesungguhnya. Sini deh aku ceritain di sana ada apa aja dan keseruannya gimana. Cekidot!

Here We are in Rainbow Garden
Setelah mendapat topi kurcaci sewarna pelangi, kami akhirnya passed the gate that guided by bodyguard with the black coat.

Alhamdulillah, yeay!

Baru melangkah, melewati gerbang saja sudah terpana. Deretan bebungaan seketika membius kami. Selanjutnya pasti deh ngapain. Ambil kamera, cekrek-cekrek mengabadikan momen. Mumpung batre masih ada kan. Dan mumpung masih di Bandung.

Krisan berbagai macam warna dan anggrek yang menggantung menjadi bunga paling dominan. Pun mawar-mawarnya yang beragam. Lainnya, belum sempat ta'aruf tanya nama :D

Rumah ala Eropa
Lurus dari pagar, belok kanan, naik sebentar, ada rumah ala Eropa. Di berandanya anggrek bulan besar-besar berwarna putih. Tanaman menjuntai memenuhi dinding rumah. Ah, aku mau rumah kayak gini ><


Puas menjelajahi rumah berbunga itu kami lurus ke kanan dan belok kiri di tangga panjang. Di situ potnya lucu-lucu. Konsepnya ciamik sangat. Teko-teko saling mengalirkan air. Drainasenya keren!

Rumah Kaca Penuh Bunga
Melewati tangga kami menjumpai rumah dengan beranda penuh kaca. Di sini banyak mawarnya. Dari kuning-putih-merah ada! Ketemu anggrek jenis lainnya juga. Bikin gemes pengen dipetik.


Kata Bang Tere Liye, biarkan mawar mekar di sana. Biarkan semua yang melihat memuji keindahannya. Dan terus tumbuh dengan decak kagum lalu lalang orang. Jika kau petik. Maka habislah kebahagian si mawar. Soalnya kamu nikmati sendiri di kamar.

Aku setuju sama Oki Setiana Dewi. Kali mau ngasih bunga sekalian sama potnya. Biar dia nggak mubadzir dan terus tumbuh. Biar kita bisa menikmatinya lebih lama.

Asyik kan meski sudah gugur bunganya, ia akan menjadi biji yang siap tumbuh. Batangnya yang lain pun sedia membungakan mawar baru.

Ngomong-ngomong kita nggak boleh petik bunga-bunga di Rainbow Garden Floating Market ini. Petik artinya beli. Jadi mending beli di Toko Bunga ajah, lebih legal. Jangan lupa sekalian sama potnya yaa. Etapi ada beberapa spot khusus untuk tanaman  yang dijual. Deket situ ada mamang-mamang penjaga kebunnya. Boleh banget kalo mau tanya-tanya.

However, di rumah yang satu ini, view-nya bagus. Kita bisa melihat Floating Market dari ketinggian. Everything goes green. Ternyata cukup jauh Rainbow Garden dari sana. Tapi kami nggak merasa capek. Mungkin karena pemandangan di sekitarnya elok-elok.

Masya Allah, indah sekali ciptaanmu, Tuhan.

Rumah Hidroponik
Kelar dari situ kami ke Rumah Hidroponik. Ruang itu menjelaskan bagaimana caranya melakukan hidroponik sendiri meski tidak ada seorang guide di dalamnya.

Selada Hidroponik

Terlihat biji-biji ditaruh di atas spon basah. Selada hijau yang segar-segar sedang tumbuh. Juga tomat-tomat yang mulai memerah ranum. Semuanya ditanam dengan media air. Saat kami masuk ke sana, serasa disambut dengan orkestra, gemericik airnya yang menenangkan jiwa.

Ah, meuni adeumm.

Rumah Pohon
Meski gerimis datang lagi, dan tentu saja itu tak menyurutkan langkah kami. Waktu aku keluar dari ruang hidroponik itu, malah Mbak Yul dan Dek Ril yang ikutan ke Rainbow Garden sudah ada di rumah pohon. Teteupp ya :D , walaupun langit semakin hitam.

Aku dan rekan lainnya memilih duduk rehat di bawah rumah itu. Ada semacam kursi bulat yang digantung berjejer di situ. Kursinya dibikin ala ayunan gitu. Apa sih namanya.

Di dekat kami ada deretan stoberi yang baru mulai merangkak. Buahnya masih putih kehijauan. Nah dari situ keliatan tuh rumah-rumah warna flourescent di Kota Mini.

Nggak lama rehatnya, karena lanjut menelusuri bunga-bunga. Bayangin aja sawah tapi tiap lajurnya penuh kembang. Masya Allah, indahnyaa..

Tapi gerimis yang masih turun dan sore yang mau pamit memaksa kami untuk tidak berlama-lama. Deuh, yang mau pulang, tapi nggak pulang-pulang, haha. Abis bunganya bikin betah.

Di samping Raibow Garden ini ada wahana baru juga. Kami curious pengen tahu. Apalagi jalan menuju ke sana nggak kalah indahnya. Nggak ada tanda-tanda kudu bayar lagi. Tapi melihat dari penataannya, ini spot baru dan di luar Rainbow Garden.

Ternyata itu kebun-kebun yang baru dibangun. Sepertinya kebun stroberi gitu.

Karena lahannya kosong. Dan kelihatan tanamannya masih gersang dan sebagian juga baru ditanami, akhirnya kami balik. Memutuskan pulang lewat jalur Rainbow Garden [lagi].

Tapi di jalan ketemu deretan bunga berwarna kuning macam seruni. Ketemu gerombolan lavender yang bikin hati pengen berhenti. Ah, spotnya masih banyak di Rainbow Gardennya.
Banyak. Buaaaanyak. Hihi.

Pulang, Nak. Pulang..
Kudu dari pagi mainnya. Biar puas seharian. Dan siap-siap gempor :D

Akhirnya pulang juga. Mengingat Maghrib yang siap-siap mengetuk pintu waktu.

Tiket parkir kena lima rebu. Dihitungnya perjam. Sejam pertama tiga rebu, katanya. Jam berikutnya beda lagi. Oia, waktu masuk Floating Market sebelumnya kan didata. *Astaghfirullah, lupa ya, Mpok.. :D


Kesannya sama Rainbow Garden ini; must visited place kalo kita pergi ke Bandung. Aku juga bakal mampir ke sini lagi kalo ada kesempatan ke Kota Kembang, Insya Allah! Aamiiin. Soalnya areanya lebih luas, spotnya lebih banyak, dan penataan kebunnya juga lebih kece dibanding Kebun Begonia. Inspirasi banget-lah buat para mahasiswa arsitektur lanskap.

Bener-bener Paris van Java! Perwujudan kota kembang yang penuh romansa..

Koleksi bunganya bikin betah.
♡.♡


Sudah, sudah. Pulang, pulang.
*diseret Emak l.o.l



***
Gelang, sepatu gelang..

Gelang, si rama-rama...



Keluar dari situ kami balik pulang. Baru jam setengah lima ternyata. Pulangnya lewat Cihampelas Walk, lalu lanjut Jl. Asia Afrika dengan lampu jalannya yang fenomenal itu. Mampir sholat di Masjid Agung Bandung.

Mari pulang, marilah pulang..

Marilah pulang, bersama-sama...



Dan karena gerimis datang lagi membuat perut makin keroncongan, jadilah dinner kami di abang tukang bakso Mang Ihsan. Rekomen Ibu Teh Lia juga nih tempatnya.

Batagornya enak. Gede-gede. Daging baksonya kerasa dan banyak. Bikin kenyang. Teh hangatnya gratis. Membuat kami gembira melihat kantong tipis :D

Oia, selama sepekan kami di Bandung, pengeluaran nggak sampe 200 rebu. Mungkin traveling hemat ala kami bisa dijabarkan di Kebun Kekataku juga, kali yaa. Anyway ada yang mau tips-nya, nggak? Kalo mau, nanti dibikinin postingan beneran. Insya Allah. Diingatkan yaa.

Selanjutnya halan-halan kami keee....... Ciwidey! Wait us on the next blogpost, Insya Allah!




Kamis, 28 September 2017

Manajemen Konflik Saat Traveling



Konflik saat traveling memang tidak bisa dipungkiri. Bukan cuma pemandangan yang Masya Allah atau hasil foto yang kece-kece.

Kita pastinya pengennya seneng-seneng. Rehat sejenak di sela-sela aktivitas yang monoton. Di antara pikiran mumet mikirin segala hal.

Halan-halan a.k.a traveling adalah hal dinanti banget. Apalagi waktunya pas. Uangnya cukup. Klop dah.

Cuma ada hal yang tidak bisa dihindari. Konflik. Entah itu di antara para personel pejalan atau sama tempat yang baru kita kunjungi.

KALEUM
Keep calm! Dibawa kalem dulu. Tenang.

Take a deep breath then release!

Soalnya kalo pada riweuh nanti halan-halannya malah nggak mood.

Google map kadang memang tak sama dengan kenyataan lapangan. Makanan boleh jadi tak sesuai selera. Atau kalau jalan-jalannya barengan, pendapatnya bisa saja tak sama.

Duduk bareng, tenangin dulu, cari solusi.

"Jika engkau didera amarah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Dengan itu diharapkan emosimu kembali tenang. Jika belum reda maka berbaringlah."
[HR. Abu Daud]


SOLUSI
There is no problem that can't fix. Daripada ikutan bikin kepala pusing tujuh keliling, gugling dulu deh di ponsel pintar kamu. Arah yang bener ke mana. 

Bisa juga tanya orang sekitar. Orang lokal pasti lebih tau. Apalagi kalau informasi di internet kurang akurat alias belum update. Nah itu tugasmu memperbaruinya selepas perjalanan. Dengan membagi pengalamanmu di dunia virtual.


MAKE IT FUN
Dibawa seru aja. Kalau yang lain lagi murem kita yang ceria-in. Ajakin selfie-groufie misalnya, cari spot yang kece untuk mengobati  gulana hati atau ajak main ala Mission-X.


Intinya seseruan. Something make it fun.

ESENSI JALAN-JALAN
Om Lili suka ingetin. Perbaiki niat. Niat kita halan-halan ngapain. Kata beliau pastikan tujuannya untuk mendekatkan diri pada Allah.


"Masya Allah, indahnya!"
"Masya Allah, thank's God for this marvellous view."


Biar nanti di perjalanan mendapat rida. Dan dibantuin sama Allah kalau ada apa-apa.


TAKE THE CHALLENGE!
Tapi kalau menurutku, konflik itu bikin adventure kita makin challenging! Ibarat novel, semakin rumit problematikanya makin seru.


Yup. Semuanya dibuat seru aja. Macam postingan selanjutnya. Seseruan di Rainbow Garden! Yuk jalan lagiii..

Rabu, 27 September 2017

Konflik di Floating Market Lembang Bandung


Yuhuu.. dari Kebun Begonia, kami langsung ke Floating Market yang disambut kelabunya awan dan gerimis tipis.

Setelah ditarik karcis masuk Rp 20.000 dan check in kedatangan kami pun masuk. Di situ ada semacam box hijau yang menghitung lama-sebentarnya pengunjung di dalam Floating Market. Kemudian parkir deh.

Hujan-hujan begini memang enaknya yang anget-anget. Syukur Alhamdulillah, karcis masuk tadi bisa ditukar dengan berbagai minuman. Aku memilih lemon tea untuk menghangatkan badan.

Tukar tiketmu dengan minuman, di sini!
Sesuai dengan namanya, Floating Market yang berarti pasar apung. Jadi kalau kita mau belanja untuk keperluan perut, belinya di perahu-perahu di pinggir danau situ.

Harganya beragam. Tapi kebanyakan mahal-mahal. Dari ujung ke ujung stan makanannya nggak ada yang menarik. Soalnya nggak ada yang pas di kantong. Haha, nasib para mahasiswa kere.

Doakan saja kelak kami menjadi blogger kece, pengusaha keren serta graphic designer kece dan professional photographer. Aamiin.

Walhasil kami cuma duduk-duduk menyeruput minuman hangat masing-masing.

Oia, walaupun mau berinisiatif bawa bekal ala piknik gitu, nggak diperbolehkan di sini. Kalau ketahuan bakal didenda sama petugas. Jadi hikmahnya, kalau mau ke sini harus dalam keadaan perut kenyang. Atau bisa basa makanan, tapi dimakan di tempat lain ^^

Karena nggak mau rugi kami jalan-jalan menyusuri lokasi wisata Floating Market Lembang Bandung ini.

Kalau mau beli bisa naik sepeda air ini
"Ke Floating geura. Tempatnya rekomen banget buat kalian. Nggak bakal nyesel deh kalian ke sana," pesan mamah Teh Lia sebelum berangkat yang kemudian menjadi salah satu alasan kami mampir di mari.

Begitu mengelilingi area danau kami mulai diderpa kebosanan. Laper sejujurnya. Tapi aduhai harganya nggak bisa nolong. Belum lagi sempat ada konflik di antara kami.

Jeng-jeng-jeng!

Pastinya konflik yang terjadi bukanlah alasan mengapa langit menangis. Kyaa..
Faktanya langit mendung.

Nyatanya Floating Market lagi gerimis.
Kenyataannya hidup tak seindah drama Korea.

*bukan iklan mode on :p



But that is. Ada hati yang bergemuruh dalam jiwanya. Uhuk.

Makanya sabda Rasulullah, kalau ingin tau tabiat asli seseorang, ajak dia traveling kayak gini. Terus lihat bagaimana ia bersikap. Atau bisa juga dengan menginap di rumahnya tiga hari.


Macam sahabat Rasulullah. Sahabat yang satu curios banget sama seseorang yang disebut-sebut masuk surga oleh Nabi. Seseorang itu bahkan dimention tiga kali dalam hadist Rasul. Waktu mereka sedang halaqah duduk melingkar, lalu besoknya dan besoknya lagi.

Itu tuh yang bikin sang sahabat tadi penasaran sampai menginap tiga hari di rumahnya.

"Apa yaa yang membuatnya istimewa sampai-sampai dia termasuk dalam list penghuni surga?"

Selama tiga malam menginap, sang sahabat tidak menemukan sebuah tanda pun. Malah seseorang tersebut tidak pernah terlihat sholat tahajjud. Wah makin penasaran dong sahabat kita itu. Karena waktu menginapnya hampir habis, sang sahabat berkata dan bertanya jujur.

"Sebenarnya, aku menumpang beberapa hari di rumahmu bukan karena sedang bertengkar dengan ayahku. Melainkan karena Rasulullah menyebut-nyebut namamu di depan para sahabat lainnya sebagai ahli surga. Aku dari kemaren penasaran. Ibadah istimewa yang membawamu ke sana?"

"Tidak ada amalan istimewa, sahabatku," jawabnya dengan senyum sumringah.

Respon yang membuat sang sahabat gemes. Ih masak nggak ada? Rasulullah sampai nyebut berkali-kali gitu. Melihat reaksi tamunya, tuan rumah akhirnya mengeluarkan jurus andalannya.

"Benar, Insya Allah. Namun barangkali, itu terjadi karena saya tidak pernah berburuk sangka terhadap orang lain."

Jawaban ini akhirnya membikin sang sahabat plong. Bener aja. Selama tiga hari menumpang, tuan rumah nggak pernah nanyain tamunya, kenapa datang menginap. Nggak ada sama sekali. Cuma dilayanin weh tamunya; tidur, disiapin makan, mandi dll..

Sama juga kalau ada konflik dalam perjalanan, sebisa mungkin kita menghadapi dengan hati adeumm. Kata bapak Teh Lia mah, "Kaleum weh."

Positive thinking. Ini yang paling penting.

Biasalah, nggak lengkap rasanya kalau jalan-jalan tanpa konflik. Pasti deh ada. Rasanya perlu dibikin tulisan khusus untuk ini yaa. Tergantung kitanya aja manage konfliknya gimana. Ditambah kalau jalan sama cewek-cewek. Mungkin saja dia sedang PMS, haha. Jadi nggak perlu ditanggapi sampai alis bertaut.

"Tak osa makabin ales. Pangolona ghita' dâteng," artinya dicari di gugel translet ya. Atau tanya sama anak Madura ^^v peace!

Dibawa santai aja sih. Badai pasti berlalu. Kita nikmati suasana dan lanjut halan-halan!


Muter-muter area danau, tau-tau kami sudah sampai daerah persawahan. Jadi itu teh ceritanya dibikin mirip perkampungan. Ada gemericik sungai kecil, kandang ternak sampai saung untuk rehat.

Siip lah. Cocok banget buat hati yang gundah. Uhuyy.

"Mbak, kita ke atas yuuk! Bagus deh pemandangannya di sana," tiba-tiba Yasmin muncul saat aku, Mbak Dil dan Dek Ril lagi santai di sebuah bangku taman yang sepi banget. Berfoto ala-ala inces.

Aku ikut dong!

Mbak Yul sudah ke atas duluan. Teh Lia sama misua menyusul kemudian.

Jadi di atas sana adalah bukit penuh warna-warni pelangi yang menarik hati.

Jom kita naik! Di atas sana banyak pilihan wisata lainnya loh. Keseruan kami nantikan di postingan berikutnya yaa. Yuhuu, tertanya Floating Market Lembang nggak cuma tentang makanan tradisional ala pasar apung. Masih banyak. Baaanyaaak!

Pilihan Wisata di Floating Market Lembang
Yes. Nggak jadi baper. Yuk ikut!

Senin, 11 September 2017

Baper di Kebun Begonia Bandung


Baper alias bawa perasaan di Kebun Begonia memang hanya bikin potek hati. Tapi kalau kamu sudah baca postingan sebelumnya pasti ngerti alasannya kenapa.

Atmosfer baper-nya sudah dimulai sejak perjalanan menuju Kebun Begonia yang terletak di Lembang Bandung. Perasaan itu nggak mesti 'nyes' meleleh melted gitu kan. Kesel, sabar juga bagian dari perasaan bukan? :D

Ada nih satu ayat dari Al-Qur'an tentang perasaan:


"Tidak! Barangsiapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapat pahala di sisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati."
[Al-Baqarah: 21]

Allah so sweet banget yaa. Ayat ini motivated dan bener-bener bikin melted.

However, menurutku perasaan itu, just like an emotion.

Film Inside Out membagi emosi menjadi lima. Senang, sedih, jijik, takut dan marah.

Tak seperti Madura yang adem ayeum jalannya. Nggak pernah macet karena memang kendaraannya tak sebanyak di kota-kota besar. Cuaca di pulau garam panas karena dikelilingi lautan asin.

Meski kita sudah berusaha berangkat sepagi mungkin, tetap saja jalanan padat merayap. Ditambah panasnya polusi. Bandung aslinya dingin tapi karena banyak kendaraan jadi begitu. 

Dan di jalan, si Mat sempat mati beberapa kali. Haha, nano kan rasanya.
Menurut Paman Gugel Map jarak yang ditempuh dari Soreang ke Lembang adalah 38 KM dari rumah Teh Lia. Katanya lagi, itu membutuhkan waktu satu setengah jam. Tapi dengan kemacetan yang kita alami di jalanan, it takes more long time.

Haha. Sabar. Orang sabar makin disayang sama Allah.


Untungnya Kota Kembang ramah-ramah penduduknya. Sabarnya kelihatan. Kalau di Surabaya, ada* orang berhenti sembarangan, dia pasti kena marah. Klakson siap jadi parade musik yang memekakkan telinga.

Hihi, maafkan yang antri di belakang si Mat kurang pemanasan.

Alhamdulillah memasuki daerah UPI kemudian Lembang kemacetan mereda. Memasuki kawasan Lembang, cuaca mulai sejuk . Bandung mulai menunjukkan wajah aslinya. Eh, tiba-tiba kita sudah sampe aja.

Alhamdulillah, yeay! Akhirnya! The long journey pays us.

Karena waktu sudah memasuki zuhur, kita memutusku salat dulu. Tempat wudu dan toiletnya cantik nan asri. Hijau, adem dan penuh bunga-bunga.

Musalla di Begonia ini juga bikin 'nyes' baper. Ia didirikan menyerupai tenda. Dan, itu lhoo penanda, pemisahnya. Ditulis dengan kata 'ikhwan' dan 'akhwat.' Tabarakallah, pengelolanya ngerti ya.

Bagiku pemilihan dua kata itu mengandung makna psikologis. Karena pakai bahasa Arab, kesan Islamnya jadi dapet. Liannal 'arabiyah, lughatul jannah, lughatul quran. Bahasa yang dipakai ketika kita sholat dan ngaji.

Pun dua kata ini akrab banget di telinga para ADK. Jadi rasanya nyes sekali.

"Nanti konsumsi akhwat-nya lansung ambil di teras masjid yaa."
"PDD ikhwan fokus merekam materi kajian. Kalo akhwat-nya ambil gambar."

Semacam itu.

Sebelum pergi ke loket, kita sempat foto-foto di sekitar musalla dan pintu masuk. Abis, bunganya cantik-cantik. Spotnya bikin kamera yang masih full baterai ingin jepret sana-sini.

Asa eman ajah kalau dilewati. Jadi mari kita kemon.

Beli tiket dulu..
Puas pota-poti di sana kita cus langsung ke tiket. Bayarnya sepuluh rebu per-orang. Kalo mau bawa DSLR tambah lima puluh ribu lagi. Khusus untuk foto pre-wedding kena Rp 250.000 dan nambah seratus per jamnya kalo prewed-nya lebih dari dua jam.

Hua, baper lagi liat duit. Nggak jadi pakai DSLR deh, padahal A Riyan suami Teh Lia bawa. Uang bayarnya bisa beli spatula dua porsi per orang, satu rombongan. Nanti deh aku ceritain tentang spatula ini. Kapan-kapan, haha. Ingetin yaa.

Kita serombongan ada tujuh orang. Rombongan dari Madura empat. Yasmin, sepupu Teh Lia yang namanya sama dengan kosan kita. Teh Lia sama A Riyan, sang suami. Iya, kita ke sana dengan pasangan halal. Yang nikahnya dua hari sebelum kita go ke sana.

Tiket dapet, kita masuk lokasi. Hamparan bebungaan langsung memanjakan mata. Areanya tak terlalu luas. Namun lumayan.  Bunga merah begonia yang pertama kali tertangkap lensaku. Bunga yang menjadi cikal bakal penamaan kebun ini.

Hamparan Bunga
Banyak mainan masa kecil seperti ayunan dan jungkat-jungkit. Main di situ sebentar sambil merehatkan badan dari polusi dan macet.

Hamparan bebungaan lainnya kemudian lebih menarik perhatian. Kumpulan krisan di sana. Mawar-mawar di situ. Aku kegirangan. Hayuu kita kenalan sama mereka.

Di tiap bunga ada papan informasinya. Itu bunga apa, nama ilmiahnya apa. Jadi kalo kamu belum kenal sama bunganya bisa ta'arufan di sana. Sambil jepret keindahannya. Bisa buat setor foto tema-temaan di Instagram tuh.

Mbak Yul cuma geleng-geleng aja lihat aku yang lincah gerak ke sana- ke mari. Haha.

Di Kebun Begonia ini juga banyak artificial spot-nya. Macam tempat wisata kekinian itu.

"Ah, tempat wisata sekarang mah cuma bagus spot fotonya ajah. Pemandangannya kurang," komentar adikku. Umm, iya sih kebanyakan begitu. Pantai penuh hiasan papan-papan. Payung-payung juga ayunan.

Tapi nggak ada salahnya juga untuk menarik wisatawan. Kebun Begonia sendiri baru dua tahun usianya #cmiiw. Jadi tanamannya belum terlalu rimbun. Menurut Teh Lia, Begonia yang sekarang sudah tambah luas, dibandingkan sebelumnya waktu datang ke sini.

Dan rombongan akhwat Yasmin Alhamdulillah menikmati kebun bunga Begonia, Lembang Bandung. Bunga-nya cantik spot-nya keren-keren. Kita kelilingi tuh semua areanya.

Halal Couple
Ehem! Karena di antara kita ada pengantin baru, jadi weh mereka the only one, objek foto kita. Sekalian post-wedding. Kan dah halal tuh pegang-pegangan, tatap-tatapan. Kita, jadi fotografer dadakan. Macam tahu bulat :p

Kitanya iseng, mereka-nya malu-malu. Khas pengantin baru yaa ^^

Ada mobil penuh bunga, kita ajak si halal couple. Kereta kencana Cinderella. Bangku di tengah-tengah taman. Rumah, beranda berbunga-bunga pun menjadi setting selanjutnya. Kita foto mereka berdua dari berbagai sudut. Mencari angle terbaik.

Just Two of Us
Hayo, dilarang baper :p
Sudah, nikah saja sana!

"Sama siapa, Dek?" Kesian amat yak. Amat aja nggak kasihan sama kita :D

Tapi sebenarnya yang paling bikin baper adalah bukan karena mereka berdua yang sudah halal bergandengan tangan. Melainkan kita yang sudah lulus kuliah. Nggak lagi di Yasmin. Nggak lagi hafalan bareng. Saling bangunin tahajud. Halaqah bareng. Kajian bareng.


Harapannya. Kita yang sudah nggak bareng ini dipertemukan dengan lingkaran-lingkaran ukhuwah yang nggak kalah seru. Teman-teman yang selalu mengingatkan kita pada Allah. Bahwa dunia hanya sementara. Dan kalau ingin kumpul lagi di surga. Kita kudu berlomba raih banyak-banyak pahala.

Yuk! Yasmin, persaksikan kelak kita pernah bersama. Tak hanya di Paris van Java..


Kita tiga jam apa lima jam ya, di sana? Lupa! Tapi berjam-jam memang. Hoho.

Yang pasti, beres keliling kebun bunganya kita cus keluar. Ke parkiran dan makan bekal bentar di sana, cause masuk area Kebun Begonia-nya nggak boleh bawa makanan. Banyak pedagang asongan juga sih di luar. Selain souvenir, kebanyakan jual beri. Mbak Dil beli stroberi dan arbei yang kita nikmati bareng di parkiran.

Eh, kayaknya di Kebun Begonia nggak sampai lima jam. Soalnya dari sana kita masih pergi ke Floating Market. Tempatnya masih di Lembang, jadi sayang kalau mau dilewatin. Sekalian.

Sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Mari kita berangkat ke Floating Market. Brrrm, brrrmmm...

"Karcisnya neng, dua rebu," kata si mang parkir. Ups!

Kalo nggak salah sih harganya segitu, hoho..

Selasa, 05 September 2017

Di Nikahan Lia

Lia nikah. Yeay! Lia Kaulina Suci Ning Tyas, nama lengkapnya. Temen sekelas mulai esempe sampai esema. Yes, kita dah enam taon bareng terus. Jadi bayangin ajah deketnya gimana. Apalagi Lia yang nikahnya Ahad, 3 September 2017 ini adalah temen setasmi'. Temen sekonsulat. Temen tha'-tha'a di ma'had :p Dan kita juga sering sekamar di asrama MTA.


MTA kita ini bukan nama harakah, tapi ma'had.  MTA kepanjangan dari Ma'had Tahfidz Al-Quran. Pondok di bawah naungan Yayasan Al-Amien Prenduan, Sumenep. Sering dibilang cabangnya Gontor karena sistemnya mirip. Bisa dibilang iya. Karena Ny. Anisah Fathimah Zarkasyi, pengasuh putri adalah saudara kandung pengasuh Gontor.

Nah sohib kita yang satu ini nikahnya sama Uda Lukman dari Jambi. Wah, jauuh yaa. Kudu nyebrang laut berkali-kali dari Madura. Lia juga seneng nulis lho. Kekatanya touched sangat. Dulu di ma'had kita suka berkolaborasi bikin puisi.

Kalau kemaren yang di Bandung, itu Teh Lia, Nuzlia Fitriani Hapsari. Nikahnya sama A Riyan. Prosesinya juga kutulis di sini. Jadi inget serial Bandung yang memanggil-manggil minta dipublikasikan. Sabar atuh yaa :D
Alhamdulillah, satu lagi karib menyusul. Menggenapkan separuh agamanya. Lia nikaah, guys.

Jam lapan aku baru sampai di lokasi. Maunya sih berangkat jam enam tapi kadoku belum rampung. Semalem, dah bikin printilannya tapi kepala pusing minta tidur. Jadi kotak kadonya yang belum selesai. Baru kulanjutkan paginya. Karena baru pertama kali DIY, bikin kotak sendiri, nggak nyangka buatnya sampai memakan waktu berjam-jam. Alamak.

Sampai di tempat, aku disergap galau. Antara mau langsung ke masjid atau ke rumah Lia dulu. Soalnya panggungnya di pelataran masjid. Dan beberapa orang sudah terlihat di sana.

Namanya temen, aku pengennya nengokin calon pengantin wanita. Tapi si Robie, yang kemaren sudah curang datang duluan tidak menampakkan batang hidungnya. Yang banyak batang pohon malah :D

Iya, dia juga temen sekelas. Dia mah gitu, curang. Nggak ngajak-ngajak mau nginep di Lia :p Tau gitu kan aku ikutan. Biar chit-chatnya bisa rada lamaan. Sebelum Lia berubah status. Jadi istri orang, haha.

Eh, ada Robie tuh lagi bareng sama temen-temen Jogja. Aku samperin sambil cipika-cipiki, peluk-peluk. Kita terakhir ketemu di mantennya Aik, Mei lalu. Tapi teteup aja kangen. Kan-kan? *betul, betul, betul.

Nah, kalau Robie ini sudah enam tahun di ma'had, di Jogjanya juga temen sekelas Lia. Jurusan KKI [Komunikasi Konseling Islam] di UMY. Tuuh dia mah curang mulu. Sekarang malah Robie sama Lia juga sama-sama ngelanjutin S2 di Jogja. Curang! Lagi. Lia di jurusan Psikologi Sains UAD dan Robie...

Eh, ternyata Robie ngelanjutin IAIN Jember. Jurusannya Surabaya-Bandung! :D Kata Robie linear. Ambil KPI juga. Hmm, tepatnyaa... kurang tau. Nanti aku konfirmasi lagi terus update postingan di sini. *macam konferensi pers, hoho.

Nggak jadi bilang curang lagi :p

Setelah ini kerudungku pasti diuyel-uyel sama Robie karena sudah nulis kata curang di postingan ini sampai lima kali. Tapi dia kan sudah balik ke Jember. Jadi nggak bisa balas dendam. Etapi bisa aja via dunia virtual. Haha.

Abis salaman sama Robie aku directly ketemu Lia di dalem rumah. Dia sibuk didandanin. Belum kelar. Mahkota dan printilannya masih tergeletak tak berdaya di sampingnya. MUA Lia masih nyuekin gitu. Padahal mereka sudah berteriak, "Aku kapan dipasang?!" Haha.

Lia nunjukin keberadaan dua temen ma'had lainnya. Ina dan Ncho yang ternyata sudak nge-hack kamar pengantin duluan. Apa? Tidak! *dan layar berganti hitam :D

Ketemu mereka berdua, rasanya seneeeng. Sampe aku peluk-peluk. Kangeeennn pake banget. Aku meluknya sampe berkali-kali saking girangnya. TLBK, gitu lho. Temen lama bertemu kembali, hoho.

Lien juga dateng, pemirsah. Kita peluk-peluk juga. Kangen.

"Duh, berapa tahun kita nggak ketemu yaa?" Robie paling lama meluknya. Kayanya tahun 2012 terakhir ketemu ya, Bie?

Begitulah. Nikahan temen itu kayak jadi ajang reuni. Ngumpul bareng temen-temen yang jarang ketemu. Selepas SMA, semuanya kuliah di berbagai penjuru Indonesia. Nah, nikahan ini saatnya kita gathering berbagi cerita.

"Asal kalau mau nikah ngabarinnya jauh-jauh hari. Kalau perlu dua bulan sebelumnya," itu wejangan si Aik. Biar bisa mesen tiket pesawat ya, Ik. Okedeh. Bukan, katanya Aik biar bisa ijin. Soalnya dia kerja di rumah sakit. Oh gitu. Siap, Chief!

Aik dateng pas kita sudah di masjid. Jalannya pincang. Innalillah dia abis kecelakaan semalem. Lututnya diperban. Tangan dan mukanya luka-luka. Tapi berhasil tertutupi oleh make-up. Kejadiannya di tengah perjalanan dari Malang-Madura. Di Talang, Pamekasan tepatnya.

"Padahal malam itu jalanan sepi. Alhamdulillah-nya pas kejadian banyak orang yang nolongin. Hape jatuh dan batrenya yang berhamburan entah ke mana juga dicariin," begitu kira-kira Aik bercerita.

Alhamdulillah, Ik. Katanya Ustadz Abdullah, bibarakatil Qur'an. Kata beliau, orang hapal Al-Qur'an nggak bakal ditelantarin. Insya Allah! Karena sabda Nabi juga, adalah mereka, keluaga Allah di bumi, para penghafal kalamNya. Alhamdulillah bini'matillah tatimmus shaalihaat.

Meski keadaannya begitu Aik dateng juga.  Apa sih yang nggaak demi Lia. *salam unch-unch katanya. Kata siapa? Kata admin awardee elpedepeh 2017 :D
Bis-syifaa', Ik. Syafakillah. Allahu yasfii, Aik :*

Setelah mondar-mandir ke sana kemari dan pepotoan sama calon pengantin, kita cus menuju masjid. Duduk di terasnya siap menguping prosesi akad.
Di masjid kita ketemu Kak Jeki. Sama. Temen ma'had. Tepatnya kakak kelas kita. Temen kerja Lia di Jojga. Berangkat bareng rombongan Jogja. Oh iya, Uda Lukman juga temen kerja Lia. Si Pak Ustadz, katanya.


Pas Aik dateng, makin banyak deh anggota reuni kita. Siap selfie-groufie, hihi anak jaman sekarang ya. Lumayan buat oleh-oleh dan kangen-kangenan nanti.

"Meminta kesaksiannya..," terdengar suara MC dari dalam masjid. Kita yang sibuk bernostalgia langsung pasang telinga. Dan sederat ayat baper nan mengiris hati juga terlantun beberapa kali.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Ah, Lia bentar lagi halal nih ><

"Bimahri madzkuur....," ucap si Uda mantap. Bener, tanpa sedikit pun grogi. Tanpa typo. Ah, tiba-tiba udah kelar aja.

"Saaah," koor para tetamu laki di dalam masjid dengan suara baritonnya.

"E.. ada yang bawa tisu, nggak?" Aik langsung nangis. Kita geleng-geleng, "Ah, nggak cewek nih."

"Shallallaah 'alaa Muhammad, shallallah 'alaihi wa sallim..," shalawat membahana kemudian. Mengiringi pengantin pria yang berjalan menjemput Lia di kamar pengantin. Menyusul di belakangnya Bapak dan beberapa orang lelaki paruh baya membawa buku nikah dan mas kawin buat Lia. Sepertinya salah satu dari mereka, ada penghulu. Pastinya.

Beberapa saat setelahnya ada proklamasi yang menyatakan berdua sah menikah. They are halal couple now. Proklamasinya macam dibaca waktu Agustusan itu. Kudengar ada kata 'dengan ini menyatakan' dan 'dengan tempo sesingkat-singkat'nya. Si Lia meuni lucu. Sepertinya ini idenya dia, haha. Sebentar aku ambil dulu di postingan IG Lia.

Naah, ini dia!



PROKLAMASI

Kami djomblo dan djomblowati dengan ini menjatakan kemerdekaan status djomblo.

Hal-hal yang mengenai akad pernikahan dll, diselenggarakan dengan tjaca seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya.



Sebagai informasi, suami Lia alumni Mesir lho. Tepatnya jurusan Syariah Islmiyah, Fakultas Syariah wal Qanun Al-Azhar, Kairo. Temennya Ny. Syifa, anaknya Ny. Anisah. Pantes pas masih didandan Lia nanyain, "Ny. Syifa sudah dateng belum?"

Kairo, macam Ust. Hannan Attaki, ya. Pasti deh hafal Qur'an juga. Biasanya kalau kuliah di Timur Tengah gitu kan suka ada persyaratan hafidz. Lia-nya juga alhamdulillah sudah hafal 30 juz. Dulu pas wisuda kelulusan emsema dia dapet penghargaan The Best Qur'an.

Selain itu si Uda juga editor majalah dan fotografer handal. Dan dapat dipastikan foto cantik Lia di IG, adalah sederet karya dia. Klop lha.

Entah kenapa aku jadi ingat percakapan ini. Tepat setahun lalu.

"Lia, kalo kamu piye, kalau ada lelaki sholeh datang menawarkan diri? Orangnya kamil [hafal 30 juz] pula dan akhlaknya jangan ditanya," tanyaku iseng.

"Datangi orangtuaku... Dia lolos seleksi dari aku, tinggal tahap selanjutnya seleksi ortu. Haha," gitu jawaban Lia. Alhamdulillah sekarang terwujud yaa. Insya Allah! Semoga sehidup-sesurga, Lia. Jadi keluarga penghafal Al-Qur'an yang cahayanya benderang menerangi sekitar.*sun peluk dari jauh :*


Oia, pas prosesi nikahan Lia juga live di IG lho. Dari sebelum akad sampai naik ke pelaminan. Reporternya rahasia. Jangan tanya aku. Nanti aku dijitak Robie. Eh? :D

Kemudian Finda, si artis kita datang bareng Mama. Sanah Hilwah, Ma :* Dia minta jemput di tangga masjid. Ah macam pangeran saja aku nih. Menuntun dia turun dari highheels-nya sambil naik takhta :D Tak doain, kamu juga halal soon ya, Nda. Sama imam masa depan, partner menuju ke surga. Aamiin.

Dan Finda bergabung sama kita di serambi masjid. Bercengkrama hingga matahari bersinar. Terus kita kipas-kipas kepanasan.

"Madura tambah panas, ya," kata Kak Jeki. Hihi, sekarang emang lagi kemarau, Kak. Saya sirem halaman biar adem, etapi nggak sampe 15 menit dia udah kering lagi :D

Alhamdulillah 'ala kulli hal ^^

Karena Lia sudah naik ke pelaminan, kita ikutan antre buat pota-poti. Para tamu kebanyakan lagi makan. Jadi antriannya nggak terlalu panjang. Sambil menunggu, kita berbaris rapi.

Pada mau ngapain? Pasalnya yang lain duduk-duduk di tangga. Cuma kita aja berdiri cantik. Tau nggak apa pasal? Mau salaman sama rombongan guru dari ma'had yang juga turut diundang. Kangen.

"Nyai inget nggak sama saya?" Kak Jeki berharap jawabannya 'iya' sambil tersenyum secantik mungkin.

"Inget lha. Tapi lupa namanya siapa." Kontan kita ketawa, haha.

Etapi pas giliran Ny. Aisyah, beliau sebutin nama kita satu-satu! Yeay! Alhamdulillah ya, padahal kita sudah enam tahun lulus dari pondok.


"Seneng banget tau bisa ketemu, Nyai-Nyai!" girang Lien sambil balik duduk di teras. Ngantri lagi.

"Iya, sama! Aku sampe salaman tiga kali; pas baris di situ, di sana sama waktu di gerbang," sambung Aik. Meski panas-panas ditemenin juga Nyai-Nyai sampai mobil.

Aaah, kangen belajar Tarbiyah sama Ny. Anis. Belajar Nahwu sama Ny. Aisyah. Belajar hadits, fiqh sama Ny. Atiqoh. Beliau sumber ilmu. Pengen halaqah sama beliau-beliau jadinya.


Karena beberapa sudah berfoto ria kita maju deh mengisi kekosongan. Ruang kosong. Cek teori indeterminasi-nya Wolfgang Iser. Haha, itu mah skripsiku :p

Lien pamit pulang. Ina sama Ncho juga duluan. Mau pergi ke acara resepsi Wina. Menyusul Kak Jeki yang katanya may sowan ke pondok sekalian studi banding sama rombongan guru SDIT dari Jogja.

Madura tambah terik karena sudah mendekati dzuhur. Aik ditinggal suaminya, tapi pulangnya bareng Finda. Kasian dia kan luka-luka. Biar duduk enak di mobil ajah. Robie nganter, aku ngikut. Ngekor di belakang Robie. Di mobil, mamanya Finda sudah menunggu sama papanya.


Ramenya berkurang. Tamu-tamu juga banyak yang pulang. Tinggal temen-temen sejurusan Lia. Mereka masih poto-poto di pelaminan. Aku nungguin Robie kelar.

Sepi kemudian. Aku pamit kemudian. Salim Robie. Peluk lagi.

"Ih kok aku jadi pengen nangis," itu Robie yang bilang. Bikin bening di mata turut menghangatkan pipi. Atuh Robie da.

Dan haru pun menyeruak.

"Nanti kita ketemu lagi," katanya sambil berjalan ke luar pelataran masjid. Atuh kapan. Robie mah abis ini balik kuliah. Dia rumahnya di Jember. Jarang juga main ke Madura.

Meuni, aku jadi beneran nangis.

"Sana pamit Lia dulu," sarannya. Si Lia lagi sesi foto khusus berdua sama misua.

Duh. Terpaksa dengan mata sembab aku menghampirinya. Menuruti perkataan Robie. Maafkeun aku mengganggu pemotretan kalian.

"Li, aku pulang ya," pamitku sambil meluk. Duh nangis lagi. Udah kebawa suasana.

Nggak tau deh kapan kita ketemu lagi. Lia juga bakal balik Jogja lanjutin pascasarjana-nya. Kayaknya tinggal setahun lagi. Suaminya orang Jambi. Kalau diboyong ke sana. Kita bakal jarang ngumpul lagi. Aaaah..

Aku balik ke depan rumah sambil menyeka air mata dengan ujung kerudung. Tisu, mana tisuuu. Ah, nggak cewek nih. Aku duduk di beranda. Sama Robie juga. Robie yang manis, yang sholehah, yang kamiil, yang ramah. Nganter Finda sama Aik ke mobil, nemenin aku duduk nungguin Abi. Robie, makasih ya. Jazakillah khair :*

Semoga imammu kelak adalah pria terbaik dengan akhlak yang tak kalah baik. Dia yang kelak menjadi partner asik buat barengan berangkat ke surga. Yang kaamil, biar kalian juga jadi keluarga qurani. Seperti nasihat Ny. Sumi pas kita, Zies ngumpul ngerujak bakdabak di rumah beliau. "Eman Qur'annya kalau kalian nggak dapet yang hafidz."

Kita mah cuma bisa saling do'a yaa. Sisanya Allah yang menentukan. Do'a yang sama buat Finda dan mentemen yang lain. Kayanya abis ini Finda. Selamat revisian, Nda..

Dan setelahnya sepi membungkus kami. Pun jalanan telah lama ditinggal orang-orang. Bersama Abi aku pulang ke rumah. Dengan disergap gigil dan gerimis. *kalau Lia sudah baca suratnya, ketemu kata ini lagi

*ditulis di perjalanan dari Lia ke rumah dalam pikiran. Rampung dan direalisasikan di Nyalabu Daja sambil berhuha kepedesan makan basreng oleh-oleh dari Bandung. Bandung?  Cus nengokin draft tulisan yang belum rampung.

Kamis, 10 Agustus 2017

Teh Lia's Wedding Story

Then the wedding day is coming, 6th August 2017.

I don't know how to start this writing. Rasanya kaku saja karena ini momen sakraknya Teh Lia. Acara yang bikin baper semua yang hadir di kondangan.

Yang pasti pagi itu, berangkat dari rumah Yasmin alias sepupu Teh Lia yang namanya sama dengan kontrakan akhwat, kita langsung ke tempat rias. Bukan mau ikutan didandan, tapi ketemu si calon pengantin sebelum do'i berubah status.

Iya kan abis akad, Teh Lia sudah berstatus married di KTP. Kita mau puas-puasin dulu main.

Tetiba kita akhwat travellers diminta menjadi penerima tamu. Pegang absen, mempersilahkan tempat duduk dan memberi souvenir.


Tempat kita ini memiliki jarak pandang langsung ke arah panggung. Tempat MC kocak memulai acaranya.

Seru deh, macam mendengar pantun. Melihat orasi puisi. Menonton musikalisasi drama.

Patepang-patipung, piye ngunu. Jadi kayak ada lima huruf 'p' dalam satu kalimat. Vokalisasi beliau memimpin pernikahannya seru. Kocak dan selalu bikin ketawa. Ya, meskipun aku nggak tahu artinya apa. Lucu aja permainan katanya.

Lalu rombongan suami datang. Sebelum masuk area janur kuning melengkung, Ibu dan Ayah menyambut dengan mengalungkan melati. Nggak tahu deh apa yang dibicarakan. Tapi yang jelas bukan ngomongin Dilan atau Milea :D

Setelah rombongan masuk area, sebelum sampai di pelaminan ada acara seserahan. Bingkisan yang dibawa rombongan pengantin laki-laki diserahkan ke keluarga perempuan.

Abis itu acara inti, akad! Siap-siap tisu..
Mbak Yul dan Mbak Dhil tetap tinggal di area penerimaan tamu, sedangkan aku dan Dek Iril sang PDD sejati ngacir. Kita mendekati pelaminan dengan kamera di tangan.

Tempatnya tak jauh, di teras rumah. Dan penerimaan tamu tepat di depan rumah Teh Lia.

Aku melihat semuanya dengan jelas. Proses ijab-qabul. Proses penyerahan tanggungjawab Ayah pada suami Teh Lia. Ya, setelah menikah amanah dialihkan.

Ayah tak lagi punyai tanggung jawab pada gadisnya. Karena sepenuhnya ia telah milik suami kemudian.

Aku seperti melihat getir pada wajah beliau. Gadis yang sudah diasuhnya puluhan tahun kini dalam sekejap berubah statusnya. Tapi calon suami sang gadis mantap mengucapkan..

"Saya terima nikahnya Nuzlia...," kekata yang diucapkan tegas. Janji yang menghapus keraguan Ayah untuk ikhlas melepas si gadis.

Dengan 10 gram emas, Teh Lia resmi menjadi istri si Aa'. Menurut agama, dan menurut negara.

Saaah!


Rasa haru menyeruak sekitar. Kulihat  ibu kedua mempelai menyeka bulir hangat yang merembes tanpa pamit. Anakku sudah dewasa.

Beberapa tamu yang hadir melakukan hal serupa. Juga seorang gadis di penerimaan tamu. Dengan tisu ia menghapus bening. Perlahan.

#ODOP



Rabu, 09 Agustus 2017

Jika Terlanjur Istiqamah

Istiqamah, mungkin bagi sebagian orang gampang. Bagiku, terkadang melakukannya terasa begitu berat.

Misal seperti sholat tahajjud. Tidak semua orang bisa bangun di dini hari yang dingin. Di kontrakan Yasmin, ibadah sunnah ini merupakan program wajib. Kalau nggak dilakukan bisa kena 'iqab.

Hukuman diberlakukan untuk memperketat anggota agar disiplin menabung pahala. Jika memang surga Allah adalah tujuan utama. Apalagi sholat ini diperintahkan lebih dulu dibanding shalat yang lima. Ibadah yang biasa dilakukan Nabi dan para sahabat, hingga kaki-kaki mereka bengkak semua.
Alhasil, pada rajin. Alhamdulillah.

Kan katanya serigala akan menerkam kambing yang sendirian. Ceuna wong Indonesia, bersatu kita bercerai kita runtuh That's why, kita kalo beribadah enaknya bareng-bareng.

Di suatu pagi, pernah kubangun dan sholat tanpa peduli. Suasana Yasmin lagi sepi. Ada beberapa orang yang juga bangun. Di lantai atas, dalam gelap kumeneruskan apa yang harus kulakukan hingga shubuh berkumandang.

Pertanda kuharus turun ke bawah untuk melanjutkan sholat berjama'ah.

Kulihat mas'ul sedang terduduk di ruang tengah. Ketua kontrakan itu terlihat memiliki pertanyaan yang disembunyikan. Ditambah melihat beberapa personel Yasmin yang turun tangga.

Seusai shubuh kutahu, bahwa ia sedang marah. Tak ada satupun dari kami yang membangunkannya. Membiarkan ia nyenyak tertidur dan ketinggalan qiyamul lail.

Kita mah apa, hanya butiran debu yang tertiup angin musim kemarau. Manusia yang rajinnya nggak rajin. Dan ketua kita adalah yang terajin.

Kita kira, dia sudah bangun terlebih dahulu. Biasanya juga begitu. Tapi kenyataan bukan pada kenyataan hari itu.

"Nggak enak tahu rasanya. Kalau sudah biasa bangun malam, terus nggak sholat itu kayak ada yang hilang," rungutnya agar kita tetap saling mengingatkan. Agar tak lupa saling membangunkan. "Surga terlalu luas untuk kita tinggali sendirian."

Kebiasaan yang wajib dilestarikan.

Enaknya punya teman yang ngingetin kalo lupa. Ikut challenge https://kebunkekataku.blogspot.co.id/2017/08/agar-bunga-bunga-bermekaran-di-kebun.html #BloggerMuslimahIndonesia sebenarnya adalah satu langkah yang baik. Kalau lagi bolos posting pasti rasanya hampa. Seperti teh tanpa gula. Eh tapi di Bandung, kita suka disuguhin menu macam ni. Seger!

Hmm, yuk istiqamah! Meski harus menulis di kereta atau ngetik sambil mbonceng, motoran.