Jumat, 30 Juni 2017

Kidung Hari Raya

Soto khas Pamekasan adalah panganan yang aku nanti-nanti saat hari raya. Berbeda dengan soto Madura yang tercampur saus kacang dalam kuahnya. 

Makanan tradisional dari Gerbang Salam ini berisi topping suwiran ayam, potongan  telur rebus, goreng kentang, bihun, dan kerepek kancur. Serta yang paling penting sesendok cabai agar suasana semakin ceria dengan seruan ha-hu-ha.
Soto Ayam Pamekasan
Oia, selain harus pakai ayam kampung, soto ini tak pakai nasi. Maka akan sangat komplit bila ia hadir di Lebaran Ketupat. Hari raya di hari ketujuh setelah berpuasa Syawal. Cuma sekarang banyak yang cheating.

Penataannya begini, potong-potong ketupat menjadi delapan (biar mudah dihap kalau kecil) tata di mangkok. Tambahkan bihun dan toping yang sudah aku sebutkan di atas. Lalu siram dengan kuah ayam. Lauk ayam berupa, kepala, sayap atau cekernya sangat boleh. Kalau aku lebih suka bagian yang terdapat paru di sana. Di Madura dikenal dengan brughuk.

Setelah kerepek kancor diremukkan dan cabai ambil bagian di atasnya, dan jeruk nipis telah direpas eh diperas maksudnya dan, dan, daaan voila! Soto Ayam Pamekasan telah siap untuk disantap. Yum, yum, yum!

25 Juni 2017
Maka saat Hari raya tiba, setelah bersalaman dengan nenek maka dapur adalah tujuan utama. Mencari semua perlengkapan soto di dapur dan mendekorasi mangkok seapik mungkin. Biar makin berasa makannya, hoho. Bila beruntung semuanya sudah siap sedia tinggal disantap saja. Biasanya begitu, soalnya di sini juga ada langghar.

Sayangnya Ied kali ini aku beraya di tempat berbeda. Tak sama makanan khasnya. Di Sumenep, menu utama raya adalah daging sapi. Tak jadilah aku bersua dengan si soto asam pedas kriuk itu.

Hari raya ketupat, adalah kesempatan kedua. Apalagi ketupat memang hadir sebagai pelengkapnya.

Meski banyak sodara yang mengolah bola-bola daging alias bakso, aku tetap menginginkan soto! Soalnya ummi juga nggak bikin pentol :p

Di hari ketiga Syawal, orang-orang sudah ngantri di penggilingan daging. Nya Aton, Ebok Mus hatta Mbak Pipit, bola-bola dagingnya sudah siap masuk air mendidih di hari itu. Yang mendekam di lemari es sebelum hari H tiba.

27 Juni 2017
Pulang dari Sumenep meluncur-lah daku ke Pamekasan. Raya ketupat belum tiba, namun rindu nenek di Pamekasan begitu membuncah. Karena sampai di rumah bersamaan dengan senja yang akan menyingsing, daku bertandang ke sana keesokan paginya, di hari ketiga.


Tak afdhal rasanya kalau kumpul-kumpul nggak rujakan. Sedang Ummi paham betul. Dari rumah sudah dibawa itu seperangkat alat sholat eh maksudnya alat rujak. Petis beserta cabainya.

"Mara kanak vidio reya se arojag," saran Emba melihat para cucunya seronok sangat mantap menyantap rujak. Ada mungkin lima kali ngucek pettes. Sayangnya hape-hape sedang mati dan diisi dayanya. Keseruan kita ngerujak pun nggak sempet dividio.

28 Juni 2017
Seperti rencana sehari sebelumnya, kami akan panen cabai dan terong bersama nenek di sawah.

Melangkah

Hari rasanya dingin. Tak ingat aku berkeringat meski melewati sawah lembah antar desa. Meski harus menyebrangi sungai melintasi jembatan besar dan mampir di rumah para sepupu.

Satu keresek hasil panenan kami setelah berhasil berlari-lari melewati  puluhan petak sawah. Setelah bertarung sengit melawang semut-semut merah yang membuat kulit bentol-bentol. Pantas saja si Rehan nggak mau ikutan ke sawah. Semutnya sedang demo!  Satu keresek itu sudah lebih dari cukup untuk persediaan beberapa hari.

Menjelang sore kami pulang. Nenek diantarkan Ummi dengan motor menuju home sweet home. Allah yang Maha Penyayang menakdirkan kami bertemu di jembatan pembatas desa Samiran.

Aku dan adik-adik menyusul pulang ke rumah karena di saat matahari menyenja keluarga besar Ummi akan datang bersilaturrahim.

30 Juni 2017
Aku sedang mencuci piring, Dek Eva sedang mengucek baju di halaman belakang, Dek Diah sedang menyapu dibantu Dek Nina membereskan rumah. Ummi dan Abi bersama tetamu mengerjakan urusan sekolah di teras depan.


Pagi itu.
Pagi itu.
Ya, pagi itu.


Itu hanya satu jam sebelum kita kehilangan segalanya.

2 Juli 2017

Apa kabar soto ayam khas Pamekasan?


Masihkan mangkokmu beraroma daun jeruk resep nenek yang tak boleh ketinggalan?

Semua kerabat keluar di pagi dengan pakaian terbaik. Tak mesti baru. Yang penting ceria dan wangi.

Di dapur sudah mengepul. Menyebarkan beragam aroma lezat nan menggoda.

Semua berkumpul di rumah nenek. Semua. Anak-anak nenek yang masih hidup. Cucu-cucu beliau. Terkecuali Om Bakri yang berada di Malaysia dan Kak Sipol di Borneo sana. Semuanya berkumpul di sini. Di sebuah daerah yang orang sebut Kebun.

"Lakar, ta' iyâ,  bândâr ca'-oca'na orèng. Bhâlâ reya akompol  mon ding la bhâdâ parlo otaba pate."

Semangkok soto ayam siap disantap. Lengkap dengan taburan bawang daunnya. Juga toping yang mantap-suratap itu. Namun bukan buatan nenek lagi.

Kami yang membuatnya bersama.
Semua.
Saudara, kerabat yang jauh dan dekat.


------

Then these moments return to the gloomy days that full of sadness. We are ikhlas, insya Allah. But the memory; your keen attitute brings us back into the tears. How fast the time. It runs so quickly.

Innaalillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.

Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya.


Rest in peace, my lovely grandma; Pamekasan, 30 Juni 2017, 08:40 WIB.

6 komentar:

  1. kenangan terindah sebelum nenek meninggal. hm...jadi teringat juga saat nenek dulu masih ada banyak kenangan terlewatkan rupanya ya. miss that moment

    BalasHapus
  2. Baca tulisan tentang soto ayam Pamekasan, jadi kangen dengan masakan itu.
    Mba, aku turut berduka nntuk nenek ya. InsyaAllah diterima disisi Allah. Amih

    BalasHapus
  3. wah, serunya ya acara lebaran di sana.
    turut berdoa untuk neneknya tercinta :)

    BalasHapus
  4. turut berduka cita ya mbak, semoga nenek khusnul khotimah

    BalasHapus
  5. Turut berduka atas mninggalnya nenek trcnta aemoga amal ibadahnya diterima Allah Swt

    BalasHapus