Minggu, 17 Juni 2018

Menceritakan Dingin

Dingin. Bahkan jaket, selimut tebal dan kaos kaki harus hadir bersamaan untuk menghalau perasaan dingin tersebut. Baiklah. Akan kukatakan.

Tak hanya suhu udaranya yang dingin. Yang membuat gigi bergemeletuk atau bahumu bergetar hebat karena saking dinginnya. Suasananya pun serupa.

Sepi sedang bergelayut. Meninggalkan dingin yang disertai kabut. Sendirian. Mencekam erat dan kuat.

Gunung yang biasa aku tatap kala membuka jendela raib. Pun matahari yang kerapkali menghangatkan bumi.

Di tempat aku menulis sekarang ini memang sedang musim kemarau. Namun dinginnya akan cepat akrab dengan siapa saja.

Kabut Datang Berkunjung
Jam 12:00 siang hari, seringkali adalah puncak. Ketika gerombolan kabut datang tanpa tahu kau sedang apa. Ya, memang itu jadwal kunjungannya. Entah kau sedang memasak, membaca atau disergap tenggat waktu yang mendesak selalu.

Itulah pilihan. Kau mau tetap melanjutkan aktivitasmu, misal menghafal surat cinta dari langit atau menarik selimut dan tenggelam di sana.

Saat pertama kali datang ke sini kau akan mengira lantai rumah basah terkena air. Padahal tidak.

Bukan seperti episode Balqis yang menjinjitkan kaki karena ikan-ikan di lantai kerajaan buatan Sulaiman. Dia takut bajunya basah. Namun tidak begitu. Itulah karunia Allah yang diberikan pada Nabi Sulaiman. Allah membuat lantai transparan laksana kolam.

Di sini tak ada ikan-ikan berkejaran seperti yang bermain di kaki Balqis. Hanya saja lantainya dingin. Sedingin es batu--hanya perasaan saja sepertinya.

Air yang kau seduh akan cepat dingin. Salad buah yang kau racik akan dingin secara alami tanpa dimasukkan ke dalam kulkas. Minum seperti biasa pun akan terasa menyegarkan. Dingin yang tanpa lemari pendingin.

Pun gorengan yang hangat akan cepat kehilangan asapnya jika tak lekas kau santap.

Itu ketika pertama kali kau datang. Saat kau telah menetap di sini, akan ada tiga orang. Satu merasakan dingin yang dengan segera merapatkan jaket. Dua, kepanasan karena kebanyakan makan. Tiga, dia yang biasa saja menyikapi kehidupan.

Pada episode menunjukkan jam tepat tiga dini hari atau pukul lima pagi semuanya sepakat mengatakan dingin.

Sedang ibu menyuruh untuk bergegas.

"Ayo cepetan, nanti ketinggalan rakaat sholat 'ied."

-----

Saat ini, siang 12:12 kabut sedang lebat-lebatnya turun. Beginilah musim kemarau yang bisa membuatmu membeku. Istilah si Eceu ini, hihi.

-ditulis di sebuah lembah, daerah bebukitan Gunung Lawu, berkecamatan Tawangmangu.

Lawu Menyapa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar