Jumat, 19 Agustus 2016

Items on Detail [Writing Camp Expedition II]

Main Dulu
Setiap sebelum acara dimulai mesti ada games menarik yang disediakan panitia. Game pertama yang dimainkan saat kami semua datang berkumpul bernama Game Taaruf. Aula lingkar Pena.

Panitia membagikan lima kertas berwarna-warni kepada masing-masing peserta. Kami diminta menulis nama lengkap dan asal FLP cabang. Kemudian menggulung dan memasukkan kertas ke dalas gelas yang disediakan. Setelahnya masing-masing peserta ikhwan dan akhwat membuat lingkaran besar.


In Colors
Peserta tidak diperkenankan membuat rekannya memiliki gelas kosong tanpa kertas. Sebaliknya peserta yang lain harus membagikan kertas yang dimilikinya sebanyak mungkin. Time’s up! Itu artinya semua peserta harus kembali duduk dan menyebut nama yang tertera di gelasnya. Serta mencari dan bekenalan dengan seseorang tersebut. Selanjutnya acara kesepakatan kontrak belajar.

Di kontrak belajar, kami dibagi empat kelompok masing-masing putra dan putri. Kali ini tentang kontrak belajar. Ada empat kelompok; disiplin, bersih, kreatif, dan solid. Nah, kita dimintai peraturan yang cocok. Rules yang kemudian akan disepakati dan dijalankan bersama. Namanya juga anak sastra, kaidahnya pun dituliskan dengan rasa. Dari tim solid, bersatu kita sendiri, belima kita ngumpul, hihi. Sesudah seluruh peraturan disahkan, berlanjutlah acara, motivasi menulis dari Bunda Shinta.

Motivasi Bunda Shinta
Materi pertama disampaikan oleh Bunda Shinta. Beliau memaparkan tentang motivasi menulis kepada para peserta. Ketua FLP se-dunia tersebut dipandu oleh Mbak Zie; membagikan oleh-oleh dari Korea. Writing Residence yang diikuti Bunda Shinta beberapa waktu lalu. Seol Foundation of Arts and Culture. Sekitar satu bulan di sana.

Sebelum memulai, Mbak Zie memainkan pena sembari berfilosofi tentangnya. Pena yang dapat membuat perang dunia. Memulainya dari kata-kata yang dituliskannya. Bahkan menurut Sayd Qutb, jika penembal jitu bisa melumpuhkan seorang dengan satu peluru maka dengan satu pena, penulis dapat menembus jutaan kepala.

Bunda Shinta Yudisia sesekali menampilkan video-video beliau saat di Korea. Pemaparan beliau membuatku tak berhenti berdesir. Apalagi saat beliau menceritakan bahsa indonesia yang dibacakan di depan audience Writing Residence. Menurut mereka, bahasa indonesia adalah bahasa yang sangat indah. Mereka berkesan, “Indonesia, good people, good prayer.”

Cerita beliau mendapat undangan ke Korea adalah tentang karyanya yang dimuat koran nasional dan tak mendapat fee dari redakturnya. Nyatanya rezeki beliau bukan nasional tapi di level internasional. Bukan di Indonesia namun di Korea. Judulnya, Sedekah Minus yang terbit di media tahun 2012 silam.

Semangat penyair, begitulah kata Bunda yang membuat Korea maju seperti sekarang. Adalah Dong Ju, penyair Korea yang ditahan Jepang hingga ia berpulang. “Janganlah para remaja Korea pernah berbahasa Jepang karena oleh mereka saya diinjak dan dihina,” pesan Dong Ju yang dipaparkan Bunda.

Begitu hormatnya bangsa Korea mengenang Dong Ju, dan tidak terjadi pada Chairil Anwar di Indonesia. Miris memang. Para pejuang pena masih rendah di mata masyarakat nusantara. Tak sederajat dengan dokter ataupun tentara.

Banyak penulis mancanegara yang menginspirasi beliau, seperti yang tertulis di sini. Salah satunya pesan agar seorang penulis setidaknya memiliki dua sampai tiga ketrampilan lain. Misalnya menulis, bernyanyi dan memainkan gitar sambil bermusikalisasi. Hmm, aku apa ya? Ingin menguasai dunia menulis, desain dan fotografi. Harapan selanjutnya memenangkan DSLR di arena kompetisi. Doakan ya. Yuk, asah juga kemampuan yang lain, yang kita minati tentunya.

Jangan menjadi penulis ynag begitu-begitu saja. Jadilah penulis yang inspiratif. Yang menyuarakan kebisuan. Menebar kebermanfaatan, kebaikan. Ingin go international juga? Saran beliau cobalah menulis dengan bahasa Inggris. Coba kunjungi web resartis dan banyak-banyak mengirimkan karya ke media. Semangat!

Main Lagi!
Game kedua dimainkan sehabis Isya’. Nama permainannya Game Angka. Itu aku yang menamakannya, aku lupa Mbak Zie menyebutkan apa namanya. Jadi dalam sebuah lingkaran besar kami diminta menyebutkan angka. Di angka tiga, tujuh dan kelipatannya diharuskan mengatakan ‘boom.’

Ronde pertama aku sudah kalah. Harus diakui aku lebih menyukai permainan rasa dalam kata daripada logika. That’s why aku diterima di jurusan sastra. Permainan semakin sengit saat lingkaran menjadi semakin kecil. Peserta yang lain satu per satu jatuh berguguran. Di akhir permainan, Mbak bergamis hijau dan pria berbaju putih maju sebagai pemenang. Materi tentang keefelpean kemudian disampaikan Pak Rafif.

Keefelpean [Rafif Amir Ahnaf]
Malamnya selepas Isya’, Rafif Amir Ahnaf, sebagai ketua FLP Jawa Timur mengisi materi selanjutnya. Qabla memulai paparannya beliau menceritakan kisah marcus Decade. Seorang Sastrawan Prancis yang menuliskan tulisan yang amat vulgar. Itulah mengapa ia kemudian ditangkap dan dipenjarakan.

Meski di dalam penjara, ia tetap berkarya. Menuangkan isi kepala dengan tinta-tinta. Istri sang sipir penjara kemudian yang menjadi kurir. Mengantarkan karya-karyanya ke media tanpa diketahui oleh negara. Namun akhirnya mereka dapat mengendusnya.


Writer Style
Maka diambillah, fasilitas yang mendukung Decade untuk menulis, akan tetapi ia tetap menulis. Decade melontarkan idenya dengan anggur yang dihidangkan kepadanya. Di atas sprei tempat ia berbaring kelelahan. Istri sang sipir tetaplah yang menjadi pesuruhnya. Saat anggur ditiadakan, ia menulis dengan darahnya di atas baju yang ia pakai. Tulisannya pun dicium penguasa, dan pakaiannya ditanggalkan. Pada akhirnya ia menulis dengan tinjanya di dinding penjara.

Sebagai penulis yang bijak, tentunya kita tahu ada hal yang tak patut dicontoh pada diri Decade. Namun semangat menulisnya yang harusnya jadi panutan. Gigih dan terus berjuang terhadap apa yang dicitakan. Fokus sampai lulus! Yosh, berdo’a semoga dosen pembimbing segera diumumkan. Eh :D

“Kematian sesungguhnya bagi saya bukanlah saat dipenjara, namun saat saya berhenti menulis. Penjara yang sesungguhnya bagi saya adalah saat ide saya terpenjara.

Seperti Pak Rafif jelaskan, FLP bermula dari diskusi kecil tiga srikandi; Helvy Tiana Rosa dan Asma Nadia. Lalu lahirlah FLP pada 22 Februari 1997. FLP adalah hadiah Tuhan untuk Indonesia, kenang Pak Taufik Ismail. Organisasi yang memberikan pencerahan lewat tulisan.

Salah satu falsafah FLP bermula dari visi yang membulatkan tekad untuk cinta baca, menulis dan membangun jaringan penulis. Di FLP Jatim sendiri kita memiliki rapor bulanan yang wajib disetor, kemudian adanya FLP wilayah-cabang hingga ranting. Juga Taman Baca dan Kelas Menulis di setiap pekannya.

Karena FLP adalah organisasi, maka tak hanya kepenulisan yang kita fokuskan tapi juga keorganisasian dan keislaman. Sebab sejatinya kita adalah mujahid-mujahidah pena yang mengharapkan karyanya bagai amal jariyah yang mengalir hingga ke singgasana surga.

Saat semua peserta beranjak memeluk dinginnya malam, seorang  utusan dari setiap cabang berkumpul. Mendiskusikan permasalahan yang dialami. Entahlah apayang mereka perbincangkan, sang ketua belum membagikan kisahnya. Mungkin nanti, ketika semua anggota kembali ke kampus. Ya,di Bangkalan semua anggota berstatus mahasiswa. Yang kini masih berlibur ria. Doakan, nantinya anggota datang dari berbagai kalangan; ibu rumah tangga, guru, dan berbagai profesi lainnya. Serta anak-anak tentunya. Biar ada FLP Kids juga.

Itu permainan dan materi di hari pertama. Di hari kedua, hari dimulai dengan Tahajjud, Shubuhan dan dzikir Al-Ma’tsurat bersama. Sesudahnya outbound di bebukitan kebun teh. Ini ceritanya, berikut jawaban dari pertanyaan panitia saat itu. Tak ada game lagi di hari kedua.

Biarkan Jari Menari [Fiksi Mashdar Zainal]
Mashdar Zainal menjadi pemateri pertama pada keesokan harinya. Materi yang dibawakan tentang menulis fiksi. Paginya saat mentari belum menampakkan keemasannya kami mengunjungi hijaunya kebun teh dalam sebuah perjalanan. Serta senam pinguin lucu sebelum acaranya benar-benar dimulai.

Dengan dimoderatori oleh Wahyu Purwanto beliau menyajikan cerita yang sangat indah di awal acara. Kisah ayah dan rumah. Ayah yang tak pernah hadir di hadapan sang anak. Ibu yang menafsirkan ayah sebagai rumah tempat berpulangnya lelah.


Sajak Kehidupan

Berikutnya, pada layar proyektor Pak Mashdar banyak menampilkan kalimat-kalimat penuh perasaan. “Ini hanyalah susunan kata-kata yang saya manis-maniskan.” Tertuli di layar, biarkan perasaanmu mengembara, menemukan benang kata terindah. Biarkan jarum penamu menari memintal benang katamu. So sweet, bukan?

Sebai penulis yang banyak termuat karyanya di berbagai media, beliau mengaku menargetkan membaca lima cerita pendek dalam sehari. Kemudian menuliskan satu cerita terbaik dalam sepekannya. Begitulah salah satu resep rahasia beliau.

Pak Mashdar tak banyak berteori karena beliau lebih banyak menggunakan waktu untuk menjawab pertanyaan peserta. Ada satu kata peserta yang menjadi trending pembicaraan para anggota FLP Jatim hingga sekarang.  Ketika salah seorang peserta asal FLP Lumajang menyebutkan kata “luluh lantak.” Itulah kata yang muncul dengan timing tepat.

Sehabis materi Pak Mashdar tersampaikan, Ibrahim Maulana, ketua FLP Surabya menyampaikan satu-dua patah kata berharga. Mengucapkankan penghargaanya terhadap seorang anggota FLP, Zaky yang ahli di bidang gambar. Dari keahlian inilah ia mendapatkan berbagai gadget keren termasuk laptop dan wacom. Alat yang saat kita menggambar di atasnya, visualnya langsung muncul di PC.


Shining Culture
Beliau menghimbau para peserta untuk menghargai karyanya dengan mendukung salah satu karyanya di sini. Next, kami diberi oleh-oleh kece. Buku Prejengane Kutho Suroboyo. Aw, mengagumkan bukan buah tangannya. Wah, terimakasih, FLP Surabaya! Buku yang berhalamankan 300 itu dilengkapi dengan ratusan foto didalamnya. Jadi nanti bacanya nggak bosan.

Isinya tentang berbagai budaya yang di penjuru Surabaya. Tak ketinggalan pula lezatnya kuliner dan serunya permainan tradisional di sana. Buku yang menghabiskan waktu dua tahun pengerjaannya ini berkolaborasi dengan PT Smelting. Keren ya, negosiasinya sampai bisa menariknya sebagai sponsor. Patut dicontek nih dan diburu ilmu marketingnya.

FLP Banyuanyar juga tampil ke depan. Salah satu ranting dari FLP Pamekasan ini mengundang kami, anggota se FLP Jawa Timur ke acara Tasyakuran mereka bulan Oktober nanti. Asyik, bakalan reuni lagi nih.

Non-Fiksi Bunda Wigati
Kalau ada materi fiksi pastinya juga ada non-fiksinya juga dong. Karena FLP bukan tentang cerita khayalan saja. Realita, fakta, kenyataan juga ada dong pastinya. Kali ini Bunda Abiyz Wigati yang akan memaparkan tentang itu. Tetapi sebelumnya ada yang lewat dulu.


Bacalah!
FLP Kids Lumajang, menampilkan sebuah pertunjukan. Ada gadis berbusana pink bunga-bunga memaikan biola. Rekannya dengan kaos hijau biru mepresentasikan sastra. Ia membacakan puisi di sana. Pagelaran musikalisasi puisi dimainkan dengan cantik nan indah.

Di Writing Camp kedatangan tamu spesial setelah itu dari Dinas Pendidikan Lumajang. Dalam sambutannya beliau berharap organisasi yang kita rintis berbagi kebermanfaatan bagi masyarakat. Karena papar beliau sesungguhnya menulis adalah menularkan ilmu. Yang dengan itu mudah-mudahan menjadi amal jariyah nantinya.

Barulah setelahnya acara non-fiksi dimulai. Bunda Wigati didampingi Mbak Cici meminta kita membagi kelompok yang di dalamnya terdapat dua orang saja; si A dan si B. Ada dua menit yang diberikan bagi si A untuk bercerita tentang jalan-jalan di kebun teh tadi paginya. Sebaliknya si B juga bercerita dengan topik yang sama namun dengan sudut yang berbeda tentunya.


Tabayyun!
Lepas bercerita, si A mauupun B menuliskan apa yang didengarnya. Beberapa peserta dipilih untuk menceritakan tulisannya di depan. Dari simulasi tersebut Bunda Wigati kemudian menjelaskan materinya. Ada validitasnya yang harus dimiliki.

Sebuah tulisan atau bahkan postingan salinan yang kerap kali kita temukan di grup. Katanya, copas dari grup sebelah. “Grup sebelah iku sopo? Ojo’ sembarang share!” Harusnya sebagai penulis yang arif, kita tak sembarang comot dari status di efbi misalnya. Cantumkan! Siapa penulis aslinya, siapa pemilik foto sebenarnya; sang fotografer. Jangan asal menampilkan atau membagikan karya orang. Tulis dalam kutipan apalagi dalam sebuah penelitian. Wajib itu hukumnya.

Postingan pertama bisa dibaca di sini, happy reading. Oia, ada yang seru juga di FLP Awards.

3 komentar:

  1. FLP ini memang terkenal bgt ya ada di berbagai kota. Tempat para penulis dan penyair berkumpul dan sangat di hargai..kagum

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Mbak Ruli.Bahkan sampai ke luar negeri juga ^^

      Hapus
    2. Iya, Mbak Ruli.Bahkan sampai ke luar negeri juga ^^

      Hapus