Sabtu, 22 Februari 2014

EMANG NYASTRA NGGAK BOLEH? KATA SIAPA?!

Suatu hari ada seorang rekan berpendapat, "Idup kamu fiksi mulu. Kenapa sekali-kali gitu bikin artikel opini. Trus nanti kan bisa dimuat di koran-koran," eits, memangnya kalo nulis cerpen atawa puisi itu nggak bisa muat di koran? Ada kan rubriknya.

"Iya, tapi kan cuma hari Minggu doang adanya. Opini tuh tiap hari. Lumayanlah penghasilannya daripada nyastra mulu," ups! Jadi nulisnya cuma buat uang aja ya? Oke! Fine :D

Bunda Helvy dalam acara Milad FLP ke-17 kemarin
Sebenarnya agak gimana gitu ya denger banyak orang bilang, sastra itu nggak ada gunanya. Remember me when Bunda Helvy told us, "Dulu Guru Matematika saya bilang, 'Kamu nggak akan jadi apa-apa kalo nggak pinter Matematika. Kalo nggak percaya iris nih kuping saya' nyatanya berpuluh tahun kemudian, guru Matematika saya mengubah pandangannya," terus beliau melanjutkan, "Saya memang tidak bisa hidup tanpa Matematika, karena saya juga harus menghitung royalti-royalti saya sekarang." :p

Guru SMA saya juga bertutur, "Nggak usah masuk sastra, kamu nggak bisa jadi apa-apa kalo masuk sana," begitu katanya. But in a fact, semakin hari saya semakin mencintai sastra. Mengagumi setiap liukan cerita. Tiupan tuh yang membara dalam puisi penuh makna.  Well, I love it!

Loving you
Banyak orang yang menyindir sastra. Bahkan seringkali mencibir. Anak-anak didik di sekolah mulai dijauhkan dari sastra. Teman-teman saya bilang, "Guru sastra kebanyakan galak. Takut gue!" Kabur deh muridnya :D

Kondisi sama ketika teman-teman satu angkatan saya di Sastra Inggris berkomentar, "Nggak ah, aku nggak mau masuk sastra. Guru Sastra pada nakutin. Kasian dong nanti skripsiku nggak kelar-kelar," Ok, that's your choice. Hei, takdir itu di tangan Tuhan bukan di tangan dosen sista ;)

Ada yang lebih ekstrem lagi, "Ngarang itu dosa lho! Nulis cerita yang mengada-ngada nggak boleh," itu sih kode etiknya jurnalis. Kalau nulis cerpen mah tidak apa-apa atuh. Asal isinya bagus, 'No SARA and No Pornografi.' Ini juga syarat kalo pas nulis cerpen :D

Ketika Mas Gagah Pergi...dan Kembali
Bahkan ada yang mengharamkan pula. Hadeuh.. Itu dalil dari mana? Coba deh lihat Ketika Mas Gagah Pergi-nya Helvy Tiana Rosa. Itu cerita emang mengada. Fiksi alias tidak nyata. Lihat juga dampaknya. Banyak remaja setelah membaca karangan itu tergugah imannya dan bertaubat. Eh masa' yang kayak gitu dibilang haram?

Trus yang bener hukumnya gimana? Melihat lagi literasi yang ada. Karena Islam itu otentik. Harus ada dalil tertulis dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Biar [ada paham semuanya.



"Dalam kaidah fiqh disebutkan bahwa asal sesuatu itu boleh sampai ada dalil mengharamkannya. Nah, jika boleh mengkuatkan kebolehan menulis fiksi dg dalil, di Shahih Muslim ada cerita fiksi terkenal yg masyhur dg istilah Hadits Ummu Zare’"

That's Awy’ A. Qolawun wrote on FLP's official website. Trus katanya kalau sampai ada yang berani mengharamkan, sebaiknya pelajari dulu akidahnya lanjut beliau.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar